Secara
etimologi bahasa, Tulungagung berasal dari kata Tulung dan Agung. Tulung dalam
bahasa Sansekerta dapat berarti sumber air atau bisa juga diartikan sebagai
pertolongan; sedangkan Agung, sebagaimana kita tahu, bermakna sesuatu hal yang
besar. Jadi Tulungagung sendiri dapat diartikan sebagai sumber air/pertolongan
yang besar. Ada pula menyebutkan bahwa ‘pertolongan yang besar’ ini merujuk
pada peristiwa saat seorang pemuda dari Gunung Wilis bernama Joko Baru berhasil
mengeringkan sumber air di Ngrowo dengan menyumbat sumber air yang besar dengan
lidi dari sebuah pohon enau.
Sebelum
diberi nama Tulungagung, kota penghasil marmer ini bernama Ngrowo (dipakai
sampai sekitar awal abad 20 ketika terjadi perpindahan pusat ibu kota) yang
dapat diistilahkan sebagai daerah rawa-rawa. Ngrowo mempunyai banyak sumber
mata air, diantaranya yang termasuk besar saat ini telah menjadi alun-alun.
Bahkan sistem perhubungannya kala itu memanfaatkan sungai sebagai media
utama transportasi, salah satunya yang sekarang kita kenal dengan sungai
Ngrowo.
Belakangan
diketemukan prasasti Lawadan yang menguak sejarah berdirinya Kabupaten
Tulungagung. Awalnya diceritakan bahwa daerah ini berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Mataram Jawa. Hingga pada tahun 1205 Masehi, masyarakat Tani Lawadan
di selatan Tulungagung medapatkan penghargaan dari Kertajaya, Raja Daha/Kediri,
yang memberikan kemerdekaan wilayah karena kesetiaan mereka kepada sang raja
ketika terjadi serangan musuh dari timur. Hal tersebut diabadikan dalam
prasasti Lawadan dengan candra sengkala “ Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa”
tertanggal 18 November 1205 Masehi. Angka tahun inilah yang pada akhirnya
disepakati sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung.
Masih
terdapat pula legenda yang cukup complicated dengan
melibatkan tokoh terkenal seperti Kyai Khasan Besari juga Lembu Peteng putra
Majapahit. Dari runtutan kisahnya, kita dapat mengetahui asal muasal penamaan
kawasan di Kabupaten Tulungagung ini. Disebutkan pula dalam kitab Negara
Kertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca bahwa sebuah kawasan di Tulungagung
bernama Boyolangu, adalah tempat di mana istri keempat Raja Majapahit yang
pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), juga merupakan ibu dari Ratu
Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwanatunggadewi), sekaligus nenek dari
Hayam Wuruk (Rajasanegara), dimakamkan.
Prajnyaparamitapuri
itulah nama candi makam yang dibangun
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala, Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
sumber rujukan:
wikipedia.org &
tulugagung.go.id
yahh.. kok copast mas??
BalasHapussedikit referensi ja ya sejarah Tulungagung..
sebenarnya Tulungagung tu berasal daru kata tulung yang bermakna orang yang suka menolong.. dan agung berasal dari agus yang berarti gedheee.. sebenarnya Tulungagung itu diberikan oleh seorang empu dari kerajaan kediri. (lupa namanya) karena banyaknya raja2 dari beberapa kerajaan yang meninggal dan dikuburkan di Kota kelahiran ku.. (asyekk).. kalau saman mau ngecek bener gag yang aku ngomongin.. saman bisa mampir di daerah pasir.. wajak ketimur.. disana ada beberapa makam2 raja dan bupati.. Secara logika makan-makan ini tidak diketahui karena terjadinya banjir besar yang menutupi tanah Tulungagung sehingga beberapa makam tertutup.. terus untuk versi ayangnya.. saman bisa naik tu ke puncak budheg sma kembang sore.. hehehe..