Langsung ke konten utama

Backpacking "MALANG" part 3


Day 4
Hm…I have no idea

Hari itu rasanya malas beranjak dari kasur. Abis sahur pada balik tidur. Nggak usah ditanya lagi, pastilah kami bangun siang. Mungkin efek JALAN KAKI kemaren. Tenang, selanjutnya jalan kaki akan jadi trend perjalanan kami berikutnya. Haha

Morning sunshine…

Entah jam berapa kala itu kami terbangun dari tidur. Yang jelas sebelum jam 12 siang ini kami harus check out. Padahal kita belum nemu penginapan buat hari itu. Tapi katanya ada temen Fahmi, yang anak kampus kita juga sih tapi belum saling kenal aja, mau datang membantu. Bahkan kami ditawari untuk menginap di rumahnya. Ya, dia native. Jujur awalnya kami excited banget ada tawaran itu. Secara pengeluaran akomodasi bisa diminimalisasi sampe NOL. Tapi kemudian akal sehat kami menyadarkan kami untuk tahu malu. Bukan maksud gengsi atau jual mahal nih, tapi kan malu juga numpang di rumah orang. Bacpacker gak sebegitunya juga kali ya… Kecuali kaya jejaring Couchsurfing yang emang menyediakan hospitality bagi anggotanya free.

Siang itu selepas check out kami menunggu angkot AL arah Universitas Brawijaya. Kalau menurut itinerary kita sih emang hari itu waktunya studi kampus. Tapi Danto juga ada janji ketemu temen se-gank jaman SMA yang kebetulan kuliah di Brawijaya ini. Sekalian lah si Fahmi ngajakin temennya itu ketemuan di Brawijaya juga. Karena nggak ngerti sebenernya mau ngapain di kampus ini, sesampainya di sana kamipun berkeliling tanpa arah tujuan pasti. Niat cari masjid buat solat eh malah masjidnya tau-tau ilang, berubah jadi bangunan bertingkat yang underconstruction. Mana di sekitar kampus lagi acara ospek lagi. Makin eksis lah kita, eh salah makin apa ya…? Makin gak jelas lah kita. Haha Akhirnya kami pun solat Dzuhur di musola FMIPA. Danto sama Fahmi udah sedari tadi kontak temen masing-masing mau nge-fix-in masalah ketemuannya. Karena temen danto masih sibuk rapat akhirnya nunggu temen Fahmi dulu deh. Itupun pake acara bingung nemuin satu sama lain. Sampai akhirnya kami bertiga duduk di satu spot biar mudah ditemuin sama temennya Fahmi. Akhirnya, ketemu juga.

Ardha. Hm, sebenernya nggak asing juga sih sama nama ini. Udah sering denger namanya di kepanitiaan kampus. Setahu saya sih, Ardha sering jadi bendahara di beberapa kepanitian penting di kampus. Tapi baru sekarang ada kesempatan untuk berkenalan langsung.

Karena hari itu masih absurd juga nggak tahu mau ngapain lagi, akhirnya Fahmi menceritakan pada Ardha mengenai problematika hidup kami sebagai backpacker pemula (ini apa deh?). Masalah penginapan. Gila ya, udah lewat tengah hari belum juga dapet tempat berlindung buat tidur nanti malam? Ardha pun bak malaikat penyelamat kami, dia bersedia mengantarkan Fahmi untuk beli pulsa (loh?). Fahmi dan Ardha pun pergi.

Tinggalah saya dan Danto duduk di bangku sekitar bunderan kampus. Kami berdua menanti temen Danto yang mau janjian ketemu tadi. Krik..krik..krik…



Beberapa saat menunggu akhirnya dari kejauhan Nampak gadis berkemeja kotak-kotak berjalan penuh semangat terlihat hendak menghampiri kami. Lintang! Ini dia temen Danto. Hm, seru juga bisa kenal dan ngobrol banyak sama Lintang ini. Padahal baru berapa menit tadi kami baru kenal. Kebetulan Lintang juga ada saudara di Tulungagung, kebetulan lagi dulu saya sempat terdaftar sebagai mahasiswa Brawijaya; temen saya juga ada beberapa yang Lintang kenal, jadi ngobrolnya bisa nyambung deh :D

Datanglah telepon dari Fahmi. Dia sama Ardha lagi keliling cari penginapan. Ini lagi nemu, kondisi seperti ini harga begini. Yasudahlah, di-iya-in aja. Singkat kata, dapet lah itu penginapan. It goes to… *drum roll* Hotel Riche, dekat Sarinah di sekitaran Alun-Alun Malang.

Fahmi ngasih tahu kalo Ardha lagi on the way ke kampus, jemput saya sama Danto. Akhirnya saya sama Danto pamit undur diri, berpisahlah kami dengan Lintang (kapan-kapan ketemu lagi ya… hihi).

Berdua, kami berjalan keluar ke gerbang kampus. Katanya di jemput di gerbang sama Ardha. Masalahnya gerbang kampusnya kan nggak cuma satu… ckckck Jadilah kami berjalan kea rah gerbang utama. Ardha sudah menanti di sana. Danto diangkut Ardha, nanti Ardha balik jemput saya. Err… Terdengar buang-buang waktu dan tenaga. Lagian kasihan Ardha juga harus bolak-balik. Saya pun lebih memilih untuk menyusul mereka naik angkot GL.

Saya turun di depan Sarinah. Tapi setelah itu nggak tahu harus ke mana, hotel Riche sebelah mana? Di kejauhan terlihat penampakan Fahmi. Syukurlah, bak anak ayam yang menemukan kembali induknya, saya pun langsung menghampiri Fahmi. Dan tibalah saya di pelataran hotel Riche.

Apa yang pertama kali terbersit dalam hati saya ketika melihat kondisi hotel ini? Ditambah lagi ketika memasuki kamar. Nggak tahu lagi harus ngomong apa, ini benar-benar di luar dugaan saya. Dilihat dari bangunannya, hotel ini pastilah umurnya cukup tua. Kondisinya sederhana memang, terlebih kamar kami, quite spooky. Tapi ya kalau dipikir-pikir buat apa penginapan bagus, mahal, tapi ujung-ujungnya juga cuma buat tidur doang. Ada harga ada rupa lahya. At least, untuk malam ini kami bertiga bisa tidur di kasur. Bagaimanapun juga penginapan ini masih ada nilai plus-nya kok. Biar sederhana, tapi udah ada TV-nya loh. Lokasinya yang masih di kawasan Alun-Alun itu akan sangat membantu kita. Karena kita bisa mengunjungi Alun-Alun sambil jalan-jalan santai dan di sekitarnya juga sudah berderet pusat perbelanjaan serta ada franchise seperti McD & KFC. What a life!




Namun yang terpenting adalah di setiap Alun-Alun pasti terdapat yang namanya Masjid Agung. See, akses ke masjid agung pun jadi lebih mudah kan? Jadi bisa berburu takjil gratis lagi dong. *evil laugh
Sore itu kami berempat berjalan-jalan di Alun-Alun dan sekitarnya, itung-itung ngabuburit. Sampai menjelang maghrib kami bergegas menuju masjid agung. Yah, biarpun ‘saingan’nya lebih banyak di sini, tapi kami nggak takut kehabisan takjilnya. Hehe Kami pun ambil wudhu terus masuk di antrian pembagian takjil. Alhamdulillah, biarpun cuma dapet kue pastel sama segelas sirup tapi lumayan bisa jadi pengantar buak puasa yang nikmat. Nggak apa-apa deh nggak dapet main course kaya yang lain. Memang sengaja, biar ntar malamnya bisa nyobain kuliner Malang (menghibur diri).


Selesai solat maghrib berjamaah di masjid Agung malam ini kami berencana makan Iga Bakar terkenal di kawasan Jalan Ijen. Karena biasanya ramai jadilah waktu itu Ardha berangkat duluan buat reservasi kalau-kalau nggak dapet tempat. Karena Ardha bawa sepeda motor, yaudah akhirnya Danto diboncengin Ardha aja, saya sama Fahmi nyusul naik angkot.

Karena bingung mau naik apa dari Alun-Alun ke TKP Iga Bakar itu akhirnya saya sama Fahmi memutuskan untuk jalan kaki ke arah Balaik Kota dan menunggu angkot di sana. Kebetulan juga di perjalanan itu kami melewati jembatan yang di dekatnya ada sebuah makam yang orang Jawa bilang ‘Danyangan’ (suasana berubah horror). Kemarin malem pas pulang dari MOG kami bertiga sempat lewat sini juga sih sempet lari-lari malah karena terkejut setelah menyadari ada makam di situ. Apalagi, dua kali lewat situ selalu tiba-tiba muncul ibu-ibu yang diduga kuat yang merawat dan memelihara makam itu. Hiiii…

Sampai di kawasan Balai Kota kami naik angkot ADL menuju jalan Ijen. Tapi masalahnya, baik saya ataupun Fahmi belum tau pasti tempat Iga Bakar ini. Akhirnya daripada ngambil resiko kesasar, saya mengajak Fahmi untuk maen aman aja dengan turun di pertigaan sekat Perpustakaan Daerah di jalan Ijen. Kami pun JALAN KAKI manyusuri jalanan Ijen. Sampai akhirnya berhasil menemukan lokasi Iga Bakar itu. Cukup jauh ternyata dari tempat kami turun tadi. Harusnya tadi tetep naik ADL dan turun tepat di depan Iga Bakar ini. Damn!



Review buat Iga Bakarnya, sesuailah sama harganya. Jadi gausah ditanya lagi gimana. Hehe Kalau berkunjung ke Malang, patut dicoba.

Dari Iga Bakar kami memutuskan untuk geser tempat nongkrong ke Malang Town Square. Nothing special, kami Cuma beli jajanan di Food Court dan menikmatinya sambil ngobrol ngalor-ngidul. Sampai akhirnya kita berpisah, kami bertiga kembali ke hotel dan Ardha pulang.



Hari ini cukup absurd lah. Ya emang berdasarkan schedule yang kita bikin ya rada nggak jelas sih. Hehe tapi thanks berat buat Ardha yang udah mau bantu kami, menemani kami, dan esok hari Ardha juga ambil andil besar dalam suksesnya backpacking kami.

Pagi itu karena kurang koordinasi dengan hotel akhirnya saat sahur tiba kami pergi ke KFC di seberang hotel (backpacker nggak tahu diri, pake acara makan di tempat begituan. Haha ya abis gimana lagi?) pagi hari berikutnya saat saya hendak pergi mencari pinjaman motor, saya dapati ada 4 porsi nasi goreng dan 4 gelas teh ‘tergeletak kaku’ di bangku depan kamar kami :(

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain