Langsung ke konten utama

El Nino on vacation


Liburan adalah saat yang begitu didambakan. Apalagi kami, sebagai mahasiswa yang baru saja melewati dua minggu penuh perjuangan menghadapi ujian akhir semester ganjil. Saya dan teman-teman sekelas, yang kemudian disebut sebagai El Nino, berkeras untuk mewujudkan liburan yang telah kami rencanakan dengan mendayagunakan sisa kekuatan yang kami miliki.


Dalam keterbatasan waktu kami mempersiapkan segalanya. Menjelang minggu ujian bukannya getol belajar, tapi kami malah asyik berjualan roti bakar juga cupcorn untuk menggalang dana demi membantu meringankan beban biaya realisasi rencana liburan kami itu. Hasilnya cukup lumayan, dalam seminggu kami berhasil mengumpulkan uang hampir lima ratus ribu rupiah. Tak hanya pengalaman baru yang kami peroleh, namun kebersamaan kami dalam bekerja sama juga makin mempererat pertemanan kami.

cupcorn-nya kakak...boleh..2000 aja...

15 Februari 2012

Pagi buta kami berangkat. Berbagai cara diusahakan tiap-tiap individu untuk dapat bangun pagi supaya tidak ketinggalan metromini yang akan mengangkut kami. Ada beberapa anak yang menginap bersama di kos salah satu teman bahkan ada yang sampai dibelain begadangan tidak sekalipun memejamkan mata semalaman. Salut!

Ketika mentari beranjak dari peraduannya, kami tiba di Pelabuhan Muara Angke. Segera kami melangkahkan kaki menuju kapal sandar yang nantinya akan mengantarkan kami menuju salah satu pulau di antara 'seribu' pulau di Kepulauan Seribu. Sebenarnya sedikit terganggu juga sih dengan keadaan sekitar. Genangan air pasang  membanjiri sekitaran dermaga, bau amis dan tak sedap mengacaukan kesejukan pagi, air berwarna hitam dengan sampah mengambang di perairan benar-benar memberikan kesan yang sedikit kumuh dan tak nyaman. Tapi hal tersebut tak mengurangi excitement kami yang siap mengarungi lautan mencapai pulau Pramuka!

Pelabuhan Muara Angke



Deru mesin kapal memutar baling-baling, perlahan kapal kami yang sandar meninggalkan pelabuhan, menjauh, dan kami pun berada di tengah lautan. Langit biru, hembusan angin ditingkahi burung-burung dan dinamika gelombang air laut semakin memacu semangat kami atas perjalanan ini.

Jarak tempuh Pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Pramuka memakan waktu sekitar 2,5-3 jam perjalanan. Kapal kami melaju membelah lautan. Alunan gelombang air laut 'menggoyangkan' kapal kami. Kebetulan rombongan kami menempati dek atas kapal ini. Jadilah kami memanfaatkan waktu yang ada di untuk menghangatkan suasana dengan bersenda gurau, bermain remi, gitaran dan nyanyi bareng sambil menikmati pemandangan ditemani hembusan angin di sepanjang perjalanan.




Tak terasa sampai juga kami di dernaga Pulau Pramuka. Telah ada yang menunggu kami di sana. Kami disambut mas Tony juga ibu pengelola penginapan. Mas Tony adalah tour guide kami. Beliau berasal dari Tegal dan sudah 6 tahun menetap di pulau ini. Begitu kami turun dari kapal, dapat dijumpai kolam konservasi yang berpenduduk ikan hiu, bandeng, penyu, terumbu dan lain-lain di dermaga itu.

Dermaga Pulau Pramuka
kolam konservasi -sekumpulan ikan bandeng


Pulau Pramuka sendiri merupakan pusat kepemerintahan administratif Kepulauan Seribu. Pulaunya tidak begitu luas namun liveable. Tak heran bila terdapat pemukiman padat penduduk di pulau ini. Pengelolaan atas pulau ini yang dibangun untuk memajukan pariwisatanya menyisakan sedikit lahan konservasi hutan dan bakau juga garis pantai berpasir putihnya. Terdapat satu masjid utama. Ada juga penangkaran penyu dan kupu-kupu yang 'sederhana'. Jadilah Pulau Pramuka ini lebih masuk akal bila disebut sebagai pusat akomodasi khususnya untuk penginapan karena terdapat banyak guesthouse dibangun di sini. Info dari Mas Tony sih dari sekian banyak guesthouse hanya dua yang merupakan milik pengembang/investor, sisanya milik penduduk lokal.

Masjid Utama Pulau Pramuka

Kami menginap di wisma konservasi milik pemerintah yang disewakan. Jadi, kalau mau menyewa kita harus menghubungi pihak berwenang (di daerah Salemba) untuk perizinan. Wisma ini cukup luas, dua kamar tidur, satu kamar mandi dalam serta lima jajaran kamar mandi di luar, memiliki fasilitas AC -tapi tidak berfungsi dengan baik, dan juga TV.Tenang saja, untuk rombongan kami yang berbanyak sekitar 30 orang ini, pihak pengelola penginapan telah mempersiapkan 'hamparan' kasur lengkap dengan bantal gulingnya untuk mengakomodassi kami. Untuk urusan perut, Lugis, koordinator lapangan kami, menyetujui untuk menggunakan jasa katering saja. Hampir setiap hari selama tiga hari kami di sana, kami sangat akrab dengan menu dengan judul "ikan" -secara kami berada di tengah lingkungan yang memang kesehariannya bergulat dengan ikan.

wisma tempat kami menginap

bermain di 'pantai kecil' depan wisma


Menjelang siang hari kami memiliki waktu bebas itung-itung untuk waktu istirahat setelah beberapa jam 'terombang-ambing di lautan yang bergelora'. Tapi dasarnya darah muda, mana bisa diam saja. Pada mencarlah dengan kesibukannya masing-masing. Beberapa anak termasuk saya yang tadinya berbincang ringan di teras dengan guide kami, akhirnya minta diantar untuk menuju sisa garis pantai yang menurut keterangan dari Mas Tony inilah keindahan yang masih tersisa. Pantainya memang bagus. Terletak di sebelah hutan konservasi dan terdapat juga pembudidayaan tanaman pemecah gelombang di sekitarnya. Lautnya tak begitu dangkal, dengan warna turquoise diterpa sinar mentari siang itu benar-benar menggugah rasa untuk berenang! Byurrr...





Memasuki waktu Dzuhur, kami kembali ke penginapan untuk menunaikan ibadah. Setelahnya kami mengisi waktu dengan games kecil-kecilan di tengah ruang penginapan kami dan berlanjut ke permainan outdoor dipimpin oleh Babam. Sore hari kembali waktu bebas diberikan untuk kami. Kembali sore itu beramai-ramai kami mengunjungi pantai yang tadi, kali ini air laut tengah surut sehingga kami bisa berjalan jauh keluar garis pantai. Bahkan beberapa dari kami nekad ke tengah menghampiri pohon bakau yang 'sendiri tiada yang menemani' (?)




landak laut

Saat senja menjelang kami diminta untuk berkumpul di dermaga untuk bersama-sama menikmati sunset. Sambil menunggu matahari terbenam, kami berfoto-foto dengan mengambil background sinar kekuningan dari matahari yang bergerak perlahan kembali ke peraduannya. Yang lebih sensasional lagi, Khoirul nekad melompat dari ketinggian dermaga nyebur ke laut! Tak mau kalah, Aji pun turut serta. Sorak sorai teman-teman yang lain menyemangati kedua rekan kami itu.

go Aji..go Aji..go! | byuuurrrr

sunset!

Malamnya selepas isya kami memulai acara tukar kado. Masing-masing dari kami sedari awal memang harus mengumpulkan kado senilai 5-10 ribu untuk kemudian dibungkus koran. Nah, dari kado yang telah terkumpul itu akan diberi nomor, sedangkan nantinya akan dibagi sesuai dengan nomor undian yang diperoleh tiap-tiap anak. Di tengah berlangsungnya acara, tiba-tiba terdengar genjrengan gitar yang dipetik Babam mengiringi Afril yang muncul dari balik pintu kamar membawa sepiring kuaci dengan lilin-lilin yang  berdiri menyala untuk kemudian seisi ruangan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Bagir yang kebetulan hari itu usianya genap 20 tahun. Selanjutnya acara dihentikan sejenak, memberikan kesempatan untuk Bagir memberikan sambutannya. Kemudian satu per satu dari kami yang duduk melingkar di dalam ruangan memberikan sepatah dua patah kata doa untuk Bagir. Congrats birthday boy!

16 Februari 2012

Mendung pagi itu dan angkasa yang bergemuruh nyaris menggagalkan rencana kami untuk pergi mengunjungi pulau Air dan pulau Semak Daun serta mencoba pegalaman baru menikmati keindahan alam bawah laut dengan ber-snorkling ria. Akhirnya dengan pertimbangan selagi hujan belum turun, sebaiknya kami menyegerakan untuk berangkat. Jadilah kami bergegas untuk menyiapkan peralatan snorkling dengan mendata ukuran fins (sepatu katak) masing-masing dari kami serta peralatan lain seperti snorkle dan masker juga pelampung. Berbondong-bondong kami menuju dermaga menunggu boat yang akan membawa kami, begitu semua sudah siap, kami yang telah memakai pelampung telah antusias duduk di kapal yang mulai bergerak menjauhi dermaga diiringi rinai hujan yang turun. Cuaca tak menghalangi semangat kami.



wajah ceria sebelum dilanda kepanikan


Senyum terkembang mencerminkan antusiasme kami yang tak gentar melawan cuaca. Kami bangga merasa menang! Kapal terus melaju. Kami melintasi Pulau Karya yang tak jauh dari Pulau Pramuka juga. Pulau ini difungsikan sebagai pemakaman dan terdapat kantor polisi di sana. Selepas Pulau Karya kepanikan melanda! Bagaimana tidak, boat kami mendadak mati mesin! Sekejap senyap menyergap. Boat kami terombang-ambing di tengah luasnya samudera. Yakinlah dalam diam itu, pasti satu-satu dari kami mengucap doa. Awak kapal yang sigap sedari tadi ngutak-atik mesin di dek bawah. Setelah beberapa lama, akhirnya mesin berhasil kembali dihidupkan dan lanjutlah perjalanan kita... Yeay! Alhamdulillah... Suka cita kembali terpancar :D

Boat kembali melaju menuju Pulau Semak Daun. Begitu sandar di dermaga seperti tak sabar ingin nyebur ke laut, kami berhamburan di pasir putih pulau yang tak begitu luas ini. Hanya pohonan pinus yang menjulang dan bergerombol lebat di tengah pulau. Ya, pulau ini lebih tepat untuk tempat menggelar permainan di hamparan pasir pantainya yang putih. Sebelum pada basah, kami menyegerakan gelaran games yang kembali dipimpin oleh Babam. Sontak riuh rendah membahana di pinggiran pulau ini.

Tak ingin berlama-lama, usai menamatkan satu permainan kami segera nyebur ke air. Layaknya kegembiraan karya wisata anak sekolahan, kami tak kalah heboh memeriahkan 'peta air' itu. Kemudian kami dipanggil untuk berkumpul karena akan ada pengarahan untuk snorkling. Oman dan Jaman, duo 'man', yang menjadi pemandu kami untuk menilik keindahan bawah laut bermodal masker, snorkle, dan fins. Mereka memberikan penjelasan ini itu, begini begitu, pokoknya segala sesuatu yang perlu diinformasikan demi keselamatan kegiatan snorkling kami nanti. Setelahnya kami digiring masuk ke air untuk berlatih dan mempraktekkan snorkling secara baik dan benar.

(Tips: saat snorkling jauhi lamun! karena lamun adalah habitat ikan pari dan biota laut lain yang bisa membahayakan kita)

Menjelang tengah hari diputuskan untuk mengakhiri aktivitas kami di Pulau Semak Daun. Akhirnya kami men-skip kunjungan ke Pulau Air karena udah terlalu excited buat snorkling di sporal yg berada di tengah laut yang sebenarnya tak jauh Pulau Pramuka.

Setelah duo 'man' berhasil bekerja sama menambatkan boat kami di karang yang besar di bawah sana, satu per satu dari kami menceburkan diri dan memulai untuk snorkling. Kegiatan ini sungguhlah menyenangkan! Melihat kehidupan bawah laut dengan terjun langsung ke dalam air, bertemu ubur-ubur yang bahkan beberapa dari kami sempat disengatnya, jajaran karang indah, ikan berwarna-warni lalu lalang dan keindahan lain di tengah birunya air laut. Lebih dari itu, kebahagiaan yang secara pribadi saya rasakan adalah akhirnya saya bisa berenang -biarpun pakai pelampung, di lautan pula! hehehe


Sebelum habis waktu Dzuhur, kami telah kembali ke penginapan. Usai bersih diri kami mengisi waktu yang ada dengan (kembali lagi-lagi) waktu bebas, hehe Pada tekun nge-PES, maen kartu baik remi atau gaple, tapi ada juga yang sempat berinteraksi dengan warga ikutan bermain voli, juga ada yang menyewa sepeda (10rb/jam) untk berkeliling pulau. Oiya, ada juga yang kejar-kejaran sama kelinci (?)

Jelang malam kami mulai mempersiapkan untuk acara api unggun. Air laut yang surut di sore hari memperluas hamparan pasir di garis pantai di depan wisma kami. Lugis dan Chrusty memimpin gerakan! Sampai datang Mas Tony yang turut serta membantu. Sampai akhirnya selepas isya' acara kami mulai. Api unggun menyala. Acara pertama kami, ELNINO awards, memberikan penghargaan ala Grammy Awards yang gagal. Tentu kategori dan nominasinya lain dari biasanya. Dengan prinsip keadilan dan sama rata, Alhamdulillah setiap anak di kelas kami memperoleh satu penghargaan. Ada yang senang dan percaya diri, ada yang malu-malu, sampai ada yang nggak nyangka bagaiamana bisa dia mendapatkan penghargaan itu. Ya bagaimanapun juga hasil tersebut adalah hasil yang sedemikian adilnya dan berdasarkan voting yang ada :)

Tuntas membagikan awards acara berlanjut pada penyalaan lilin-lilin "sands (kalau nggak bisa disebut wall) of fame" EL NINO. Dilanjutkan dengan acara bakaran jagung dan ubi diiringi gitar dan nyanyi-nyanyi. What a night!




17 Februari 2012

Pagi ini spesial! Kala subuh menyapa dan saat kebanyakan beranjak dari tempat tidur untuk bersama-sama menunaikan jamaah, Bagir tak juga bangun. Akhirnya, beberapa oknum tersangka yang mulanya berusaha membangunkan Bagir, namun korban tak kunjung terbangun, akhirnya bersepakat untuk mengangkat Bagir dari kasur dan dipindah ke matras untuk kemudian mereka mengangkat matras itu dan menggotongnya ke pelataran depan wisma. Ajaib! Selama itu pula Bagir tak kunjung membuka matanya. Begitu sampai TKP, para tersangka terlalu keras menurunkan matras itu ke tanah, sehingga membuat Bagir merasa terbanting dan barulah dia bangun. Pun begitu dia sadar, bangun, jalan balik ke wisma, Bagir kembali mendaratkan tubuhnya ke kasur. Ckckckck

Kala mentari mulai tinggi, saya pun baru bangun dari tidur usai shalat Subuh tadi. Pagi ini hanya ada satu acara penting, yaitu penulisan testimoni. Tiap individu memperoleh dibagikan satu lembar HVS untuk kemudian mereka beri nama dan dikumpulkan lagi. Lalu akan dibagikan secara acak dan mulailah menuliskan kesan pesan untuk nama yang tertulis di lembar HVS yang mereka terima. Setiap 1-2 menit sekali kertas bergeser dan lanjut menulis. Sebelum menutup acara testimoni teman-teman mengusulkan untuk dibacakan beberapa sample testimoni per anak. Gelak tawa tak terbendung di setiap pembacaan seolah mengamini apa yang telah tertulis.

Setelah acara usai kami melanjutkan sarapan untuk kemudian beberes dan dilanjutkan ibadah Jumat di masjid terdekat. Begitu bubaran masjid kami segera kembali ke penginapan untuk pengecekan terakhir sebelum benar-benar meninggalkan tempat kami bernaung tiga hari terakhir. Berduyun-duyun kami menuju dermaga menunggu kapal yang akan membawa kami kembali ke pelabuhan Muara Angke. And... this vacation is over... but another one is waiting! *dadah-dadah ke Mas Tony yang berdiri di dermaga mengantar kepergian kami



terima kasih semuanyaaaa :D

Komentar

  1. subhanallah....
    ternyata happy ada bakat menulis juga ya..
    ditingkatkan bakat menulisnya kakak
    semoga persaudaraan di El Niino tidak pernah luntur
    hehehehe..........

    BalasHapus
  2. @donny: hm, kalau guide sama boatnya kemarin udah termasuk di uang makrab don. kami cuma nambah iuran 35ribu aja untuk sewa peralatan berupa snorkle, masker, sama fins juga pelampung.

    @zainul: Alhamdulillah, terima kasih ya Zainul. amin-amin buat doa & semangatnya :)

    BalasHapus
  3. mantaaap... bagus juga ya sunset di pulau pramuka..

    ujung genteng gak kalah dong.. jalan2 ya ke blogku..

    BalasHapus
  4. iya, sunsetnya bagus, cuma saya motoinnya cuma pake kamera HP, hehe..mungkin bisa lebih dimaksimalin lagi hasilnya kalo motret pake SLR hehe

    udah mampir, bagus foto-fotonya XD
    aaaaa dulu kelas awalnya rencana mau ke Ujung Genteng, tp ya akhirnya yg deket ajalah yg penting terealisasi dengan segera. hehe

    terima kasih sudah mampir :)

    BalasHapus
  5. assalamu'alaikum wr wb
    mas, mohon info rincian biaya ke pulau pramuka
    rencana kelas kami mau makrab ke sana
    makasih
    salam
    pras - KBN 2010

    BalasHapus
    Balasan
    1. waktu itu per anak iuran 150 ribu kalo gasalah.
      itu udah dapat subsidi dari uang kelas melalui kegiatan pendanaan.
      untuk ini itunya secara rinci udah ditanyain ke korlaknya, nampaknya sudah lupa -,-" maaf ya...

      Hapus
    2. kalo saya baca cukup lama ya mas di pulau pramuka, untuk sewa wismanya itu ke BKSDA DKI Jakarta ya mas? prakiraan dulu semalam berapaan itu mas? mau makrab di tidung/pramuka dengan swadaya (tidak menggunakan paket) arrange fasilitas sendiri

      Hapus
    3. kurang tau sih nama lembaganya apa, tapi memang kalo nggak salah kami nyari surat ijin ke kantor 'bla-bla' di sekitar UI Salemba untuk menggunakan wisma tersebut (lupa kantor apa) hehe

      biayanya agak lupa sih berapa, 400 ribu kali ya...hehe maaf udah setahun yang lalu soalnya

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain