Langsung ke konten utama

Oktober Fantastis (serial) - eps 2 - Beli Pulsa Lupa Minum



Bulan Ramadhan telah tiba. Sambil nunggu adzan maghrib gini jadi keinget kejadian buka puasa 'darurat-seadanya-di dalam bis kota'. Kebetulan juga ini lanjutan dari cerita sebelumnya. Enjoy!

***

24 Oktober 2012

Bubar acara di imigrasi kami langsung ikut berdesakan di antara kerumunan orang di sebuah booth operator seluler lokal yang ‘membagikan’ nomor gratis! Iya, GRATIS! Nomornya doang tapi, kalau pulsanya mah tetep mbayar!

“Boleh kakak, bebas pilih nomornya...”

“Kami ambil dua, kak. Satu GSM biasa, satunya paket Blackberry”, ucapku begitu berhasil mencapai meja booth tersebut setelah ndusel-ndusel di tengah kerumunan.

“Pilihan yang tepat sekali!” *toyor! Kita nggak lagi di warung pizza woy! Kami menyerahkan ponsel dan si mas-mas tukang pulsa itu mulai melakukan aktivasi nomor kami.

“Ini udah aktif kan? Bisa langsung dipake buat telpon, sms, internet?”, tanyaku memastikan pada si tukang pulsa sebelum kami pergi meninggalkannya. Kasihan, dia pasti bakal susah move on, terpenjara masa lalu (?)

“Iya, bisa. Coba saja”, kami tak begitu memperhatikan jawabannya saat beringsut menjauh dari booth itu. Kami sudah autis dengan ponsel masing-masing, berlomba membuka aplikasi Foursquare nggak sabar mau memperbaharui check-in lokasi -waktu itu aplikasi Path belum se-booming sekarang. Dunia harus tahu kalau kami lagi di Malaysia! –Alay banget sumpah!

Demi eksis di dunia jejaring sosial kami tidak sadar bahwa kami baru saja menghabiskan lebih dari RM50 untuk beli pulsa berdua barusan. Tapi, memang perlu loh punya nomor lokal yang aktif. Secara nanti kalau misal pas kita jalan-jalan terus tetiba kepisah dan hilang, kita masih bisa saling kontak satu sama lain bukan? Daripada repot-repot bikin pengumuman ‘anak hilang’, dih...malu-maluin, udah gedhe kok bisa ilang.. hehe #ngeles

Dari LCCT-Kuala Lumpur International Airport menuju pusat kota Kuala Lumpur masih harus ditempuh selama satu jam perjalanan dengan menggunakan Panorama bus (RM8-9/person). Petang itu di dalam bus yang membawa kami melaju ke arah pusat kota Kuala Lumpur, sayup-sayup adzan Maghrib terdengar. Alhamdulillah, tibalah saatnya untuk berbuka puasa –kami menjalani puasa sunnah untuk menyambut Hari Raya Idul Adha beberapa hari lagi. Beruntung tadi dari Indonesia aku sempat menyelipkan dua bungkus Sariroti sandwich ke dalam tas kecilku.

“Eh, udah adzan tuh. Batalin puasa dulu deh. Ini gue ada roti”, aku serahkan sebungkus roti pada Fahmi. Tanpa pikir panjang kami pun membukanya dan mulai melahap ‘takjil’ darurat kami.

“Etapi, gue nggak ada minum ya, em”, lanjutku kemudian sambil mengunyah roti.

“...”

*** 

Di mana-mana juga kalau Adzan Maghrib, terus lagi puasa, ya segerakan berbuka puasa. Gini nih kalau mendahulukan beli pulsa demi update status, sampai lupa beli minum buat buka puasa. Susah nelen ini woy!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain