Langsung ke konten utama

Backpacking "MALANG" part 2



Day 3
and the journey was begun...

Pagi itu tak sabar rasanya menjalani hari ini. Ya, pagi ini kita bertiga (Hepi, Danto, Fahmi) akan bertolak ke Malang. Guess what? Kami bertiga memutuskan untuk naek kereta api ekonomi tujuan Malang. Karena apa? Hm, pertama kita kan emang niatnya mbolang ala backpacker jadi ya ini adalah salah satu cara kami menekan biaya perjalanan, 5.500 perak udah bisa nyampe Malang, ajaib kan? :p. Kedua, naek kereta tujuan Malang dari Tulungagung pasti nanti lewat terowongan yang berada di bawah bendungan Ir. Sutami, Karangkates di dekat perbatasan Blitar-Malang. Ketiga, sengaja aja biar Danto sama Fahmi merasakan naek kereta yang kata seorang temen "bau kemiskinan" LOL.

Saat tiba di stasiun Tulungagung kepercayaan diri kami tergetar. Hari itu stasiun terlihat sangat padat pengunjung. Para calon penumpang mengekor bergerombol di depan loket yang belum buka. Kebanyakan dari mereka adalah para mahasiswa! Satu kesalahan yang tidak kami sadari, hari itu adalah hari Minggu, saat di mana para mahasiswa yang pulang ke rumah untuk menghabiskan liburan harus kembali ke perantauan, yang kebanyakan menuju Malang juga. Belum lagi para mahasiswa baru yang mulai senin besok akan menjalani ospek di kampus baru mereka yang juga kebanyakan di Malang. Tapi ibarat lagu dangdut, terlanjur basah ya sudah mandi sekali, terlanjur dateng ke stasiun dan udah bikin itinerary hari ini waktunya berangkat ke Malang, ya tetap maju tak gentarlah kami turut serta memeriahkan euphoria berdesakan naik kereta.

Memasuki gerbong kereta riuh rendah penumpang mulai terdengar. Suasana dalam gerbong pun cukup crowded kala itu. Tempat duduk kebanyakan sudah terisi, nyaris tak bersisa. Kalaupun ada yang kosong, mana tega kami mengambilnya. Pastilah langsung dikasihkan ke perempuan atau para orang tua lanjut usia. Yah, kami merelakan tempat duduk dan mau nggak mau ya berdirilah kami di sepanjang lorong bersama penumpang lain yang tidak dapat tempat duduk. Beruntung tak lama di pemberhentian kesekian tak jauh dari stasiun Tulungagung ada penumpang turun dan menyisakan satu tempat duduk yang kosong. Spontan saya memberi kode ke Fahmi/Danto untuk mengambil alih kursi itu. Luckily, Danto took over the seat. Saya dan Fahmi masih 'semangat' buat berdiri. Satu jam berlalu... Senyum kami mulai menyusut. Satu jam berikutnya... Mulai nyengir melihat Fahmi berdiri di sisi yang lain. Semacam miris melihat rekan seperjalanan harus gerakin badan ke sana kemari memberi jalan pedagang asongan atau penumpang lain yang lewat. Satu jam kemudian, tepat TIGA JAM sudah kami berdiri. Rasanya...jangan ditanya. Biasa aja. Tapi cukup terhiburlah dengan fakta yang menunjukkan bahwa kita semakin dekat dengan tujuan. MALANG here we come!

Keluar dari Stasiun Malang Kota Baru kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju Splendid Inn yang tak jauh dari situ, kurang lebih sekitar 300 meter, nanggung kan kalo naek angkot. Sesampainya di sana, kami ke meja resepsionis untuk menanyakan harga penginapan per malam. Kami cukup terkejut dan lagi-lagi baru menyadari kalo hari ini hari minggu. Pantaslah tarif penginapan lebih tinggi dari hari biasanya. Dengan pasang senyum paling manis, kami bertiga pamit undur diri. Cari penginapan lain.

Naek angkot AL arah Universitas Brawijaya kami sepakat untuk mencoba melihat penginapan milik universitas bergengsi di Malang ini. Bertiga, seperti bolang (bukan bocah petualang, tapi bocah ilang) berjalan menyusuri kampus yang lagi rame sama mahasiswa baru yang mungkin pra ospek kali ya. Setelah dapet petunjuk dari pak satpam kami pun menghampiri meja resepsionis penginapan Universitas Brawijaya itu. Di lobby penginapan itu pun terlihat ramai pengunjung. Bisa ditebak! Kamar penginapan full book. Rupanya mahasiswa baru ini bawa keluarga besarnya buat ikutan ospek. Atau orang tua mereka yang memaksa ikut. Entahlah, yang jelas kami jadi nggak kebagian kamar kan :(

"Hm, mbak kalo penginapan yang satunya lagi yang deket FIA masih ada kamar kosongnya?"
"Kalo yang penginapan satunya itu lebih mahal kak, udah kaya hotel gitu. Semalam tarifnya bisa mencapai 300an ribu"

JLEB! Seperti ditusuk tepat di jantung.

Mbak resepsionis yang terhormat, terima kasih atas pengertian Anda. Kami memang sedang mencari penginapan murah.

Ya, penampakan kami hari itu pastilah dapat ditebak oleh semua orang kalau kami ini 'bolang'. Kebingungan mau gimana lagi, mencari penginapan ke mana lagi, kamipun mencari pencerahan ke masjid di depan kampus Brawijaya. Bahkan masjid itu pun sudah penuh mahasiswa baru duduk berkelompok mengerjakan tugas ospek. Tak tahu lagi rasanya waktu itu, antara ikut merasa muda karena berkumpul anak-anak muda atau justru merasa "Ah, aku tak lagi muda". Tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Ah sudahlah, kenapa juga jadi galau usia begini. Umur kan nggak ada yang tahu. :)

Jadilah waktu itu setelah solat Dzuhur, bertiga kami sama-sama pegang handphone berselancar di dunia maya mencari penginapan, kemudian menelepon nomor yang tertera di website penginapan itu. Beberapa kali mencoba, kembali kami menelan kekecewaan. Kebanyakan recommended hostel/guesthouse/penginapan yang on budget sudah penuh. Akhirnya kami memutuskan untuk menghubungi Splendid Inn tadi di awal, lalu booking kamar.

Dengan galau hati, perjalanan dilanjutkan. Dilanjutkan kembali ke kawasan Balai Kota tempat Splendid Inn berada. Naek angkot AL lagi dengah arah sebaliknya. Kendaraan biru yang terisi beberapa penumpang itu melaju membelah lalu lintas kota Malang ketika matahari kian condong ke barat. Di sepanjang jalan nampaknya Fahmi jelalatan. "Kiri, pak!" Kami turun di dekat bunderan Balai Kota. Berjalan balik arah, sekitar 75 meter dan sampailah kami di depan sebuah hotel.

"PAKET CERIA 185.000 net termasuk sarapan pagi"

Hotel Kartika Kusuma. Rupanya spanduk promo itulah yang tertangkap mata elang Fahmi. Kamipun dengan langkah mantap berjalan memasuki hotel menuju resepsionis dan langsung check in. Apa kabar Splendid? Who cares? Gila! padahal tadi booking vie telepon atas nama Hepi loh. Sebodoh amat, gak kenal ini. Lagian booking di Splendid otomatis batal kalo sampe jam 4 sore nggak dateng. Hehe... Akhirnya, kasuuurrrr come to papa!

Jam 16.30 kami bertiga mulai persiapan untuk schedule selanjutnya. Saya terlanjur bikin janji sama Sadam, sahabat saya dari kecil ketika tinggal di Malang dulu. Kami berjanji untuk ketemuan sore itu sekalian buka puasa bareng di Malang Town Square. Tapi sebenernya ada jadwal lain yang nggak kalah penting sebelum itu. Berburu takjil gratis di masjid. Haha... Jam 17.00 kami pun keluar hotel berjalan ke masjid terdekat untuk mengantri takjil gratis itu. Awalnya gak yakin juga sih bakal ngelakuin ini, abis kayanya bakal kalah saing sama native yang kebanyakan anak-anak, bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan ada yang niat sampe naik motor boncengan sekeluarga. Betapa beruntungnya kami. Kami adalah 3 terakhir orang yang beruntung memperoleh takjil yang dibagikan cuma-cuma itu. Untung masih kebagian :D

Masjid A. Yani, tempat kami mencari takjil gratis

Tak berapa lama adzan pun berkumandang. Kami mencari tempat duduk yang enak dan menikmati kue dan air mineral yang kami peroleh. Lanjut ambil wudhu dan turut serta solat Maghrib berjamaah. Seusai solat saya menerima SMS dari Sadam, motornya ngambek. But show must go on. Sadam berjanji akan menyusul kami jika motornya udah bisa jalan lagi. Akhirnya bertiga, kami berjalan menyusuri trotoar menuju arah stadion Gajayana. Siang tadi di sana ada banyak tenda. Usut punya usut berdasarkan iklan di baliho besar di dekat Universitas Brawijaya tadi, di Gajayana lagi ada semacam bazar Ramadhan.

"Siing... Wusss..."

Ketika sampai di Gajayana: Nothing's there! Hidup serasa hilang arah. Setelah lebih dari 1 km kita jalan kaki, tenda-tenda di sekitaran Gajayana yang kami lihat tadi pagi sudah lenyap tak berbekas. Bolang tak gentar! Ayo kita lanjut jalan, coba yang ke arah MOG deh, kayanya ada semacam jejeran warung pinggir jalan. Ah, ternyata cuma halusinasi. Cuma isu. Warung itu hanya khayalan. Putar balik ke Gajayana, akhirnya makan di warung ayam goreng dkk.

Datanglah sms dari Sadam, katanya motornya udah bisa jalan lagi dan akhirnya diputusin deh kita ketemuan di MOG. Apa? M-O-G? Lagi? Kita jalan ke arah sana LAGI? No more... *evil smirk

Lha terus?

Biar perjalan kita ini jadi lebih bermakna, daripada kita muter jalan jauh, yuk lompat pager! Jadilah bertiga kita tengok kanan, tengok kiri, hap! Kita sudah melompati pagar itu, lalu jalan menyusuri lapangan tennis & basket yang gelap dan... ada beberapa pasang manusia yang tengah berduaan. Ckckck.

Taraaaa. Sampilah kita di M-O-G yang memang terhubung langsung dengan kompleks stadion Gajayana. Kitapun bertiga duduk manis menunggu Sadam di bangku dekat lapangan parkir. Masalah muncul (lagi). Sadam katanya udah dateng, udah di parkiran juga, tapi kok kita nggak ketemu? Ternyata Sadam di parkiran depan, kami di belakang. Setelah bertemu kami berempat nongrong bareng di KFC MOG, ngobrol ngalor ngidul. Sadam ini sebenernya masih satu almamater lah sama kami bertiga, cuma bedanya dia DI kami DIII. Obroaln pun berlanjut. Sadam ini emang anak yang gampang bergaul. Biar baru kenal sama Danto & Fahmi udah akrab aja ngobrolnya. hehe
Malam makin larut, Sadam pamit pulang. Kami bertiga? JALAN KAKI balik ke hotel. Udah gitu ngambil jalan yang berbeda dari pas kita berangkat tadi. Sengaja, sekalian mau cari penginapan murah. Cukup jauh kita menyusuri jalanan malam kota Malang, dan kenapa ya kita nggak memilih naek angkot yang bayar 2500 perak aja? Ah, kalo naek angkot ntar gak jadi cerita dong haha

Baliklah kita ke hotel. Tapi gak lanjut tidur. Masih iseng aja nonton TV di kamar. Untung makan sahur disediain hotel, jadi gak perlu bingung ntar pas sahur. Fahmi malah masih asyik aja browsing cari penginapan murah. Tapi ketemunya malah...

"Eh, pi ada cilok bakar stasiun nih di foursquare!"
"Yaudah, yuk berangkat!"
Padahal jam udah lewat pukul 22.00. Tapi dasarnya anak muda (ciyee) jabanin juga deh. Tapi kita sengaja nggak langsung ke Cilok Bakar itu. Kita tetep keukeuh mau nyari penginapan murah buat besok. JALAN KAKI lagi lah kita keliling-keliling entah kalo diitung-itung berapa kilo ya itu? 3km ada lah itu. Hm, minimal jadi tahu banyak nama jalan, meskipun penginapannya gak dapet. Akhirnya nongkrong lah kita di Cilok Bakar Stasiun, di deretan warung-warung pinggir jalan depan stasiun. Isinya anak gaul, man! Rada serem juga sih, malem-malem pake sok nongkrong di tempat begituan. Tapi, pengalaman mahal harganya cing!
"Mas, pesen 3 porsi"
"Wah, tinggal 2 porsi nih mas"
"Yaudah mas nggak apa-apa"
Hari itu cukup beruntung juga ya kita. Tadi dapet takjil gratis di detik terakhir, ini beli cilok juga dapet yang terakhir. makanlah kami bertiga berbagi 2 porsi Cilok bakarnya dibagi 3.

Menjelang tengah malam kita sudah kembali ke hotel, segera tidur biar kebangun pas sahur. Pintu diketok, sahur pun datang pagi itu. SAHUUURRR....SAHUUURRRR....!!! Ini energi untuk esok hari (y)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain