Langsung ke konten utama

Inikah Rasanya... (2) part 3

Day 2
Rabu, 21 Desember 2011

Sayang rasanya untuk mengakhiri kebersamaan ini terlalu dini. Hari ini masih menyisakan beberapa jam sebelum sang surya kembali ke peraduannya. Lundu mengusulkan untuk nonton film bareng di kosan Dicky seperti yang sudah-sudah. Memang belakangan ini kami (saya, Lundu, Dicky, Langun, Bagir, dan Rein) sudah beberapa kali nonton bareng di kamar kosan Dicky yang disulap jadi bioskop kecil. Berawal dari iseng bikin acara nonton bareng film horror Thailand "The Victim" yang dilanjutkan pesta kejutan kecil untuk ulang tahun Langun saat itu, berlanjut ke acara nonton bareng "Tales of Terror" -film kumpulan cerita misteri dari Jepang- di lain kesempatan. Adalagi nonton bareng "Saranae Siblor" dan "Haunting Me" film bergenre komedi kacau balau ala Negeri Gajah Putih juga. (Sayang waktu itu saya melewatkannya karena harus mempersiapkan penampilan untuk persentasi mata kuliah Budaya Nusantara sebagaimana saya ceritakan di awal). Tapi untuk sekadar informasi, apapun film yang kami tonton, tetap saja jadinya kita becandaan dan ketawa ketiwi layaknya tengah nonton film komedi. Film horror aja bisa jadi komedi, gimana kalau nonton film komedi? Nggak kebayang. Pasti makin kacau suasananya. Nah, boleh lah sekarang kami mencoba nonton bareng film dengan story line soal cinta-cintaan ala ABG labil yang jadi pioneer film-film serupa dalam sejarah perfilman Indonesia ini.

"Ada Apa Dengan Cinta?"


Kenapa sih filmnya harus AADC? It's so last decade, right?
Haha jangan diketawain ya tapi, janji? *sodorin kelingking

Jadi, begini ceritanya...
Karena satu dan lain hal, Bagir mendapat nama panggilan baru, Cinta. Lalu teman kami yang lain, Ma'arif, dengan berbangga hati menyebut dirinya Rangga. Mungkin memang mereka salah gaul sebelumnya, tapi bagaimanapun juga kita adalah satu keluarga di kelas ini. Dari situlah Bagir yang nampaknya begitu mendalami perannya sebagai tokoh Cinta dalam film AADC mulai memberi nama ke teman-teman lain. Dicky sebagai Mili, Rein sebagai Maura, dan saya tak ketinggalan sebagai salah satu korbannya. Alih-alih dapat tokoh yang bagus, Bagir menyebutkan saya sebagai Karmen. What the heck? Tapi, lumayan lah masih masuk kategori pemeran utama di film itu. Satu lagi melengkapi lima anak SMA tergabung dalam ekskul Mading dalam film garapan sutradara Rudy Sudjarwo ini, tersisa nama Alya yang akhirnya it goes to Lundu. Tadinya becandaan makin ke sini malah jadi kebiasaan. Kami berlima memang cukup sering terlibat jalan bareng, ditambah Langun sebagai primadonanya (it's not a compliment loh ka Langun haha). Gimana nggak jadi primadona, kalau lagi jalan bareng keseringan dia cewe sendiri di barisan. Karena Langun tadi belum dapat peran, jadilah kami bersepakat untuk memberinya nama salah satu tokoh heroic dalam film yang digawangi Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra itu, yang berhasil menyatukan Cinta dan Rangga. Siapa lagi kalau bukan Mamet. Haha, udah full team kan sekarang.

Cerita itu juga yang rupanya mendorong Lundu untuk mengkustomisasi slide presentasi di kuliah ABK tadi siang dengan background poster dan foto cuplikan dari film AADC tersebut.




Dari kesembilan pasukan santap sambal ini tadi, hanya kami berenam yang FIX bakal melanjutkan rangkaian acara sebelum menutup hari. Gede ada acara lain sehingga harus bergegas bertemu rekanannya. Nuzul mempunyai tempat tujuan yang sama sih dengan kami sebenernya, namun dengan urusan yang berbeda -kerja kelompok untuk presentasi Budaya Nusantara (lagi? iya, karena minggu ini sengaja dijadwalkan 2 pertemuan untuk mengejar waktu mengingat banyaknya budaya yang hendak dibahas) Kalau Chrusty, entahlah. Dia satu kosan juga sih sama Dicky sama Ma'arif, tapi mungkin cucuran keringat efek pedas sambal tadi menghisap semangatnya (?)


Kecuali Nuzul yang mengendarai sepeda motor, kami berdelapan memilih untuk naik angkot. Tak susah kami mendapatkan angkot. Sekeluarnya dari rumah makan, kami langsung menghentikan angkot yang melintas tanpa mengangkut seorang penumpang pun. Begitu kami masuk ke angkot, angkotnya jadi terasa 'lebih hidup'.

Kami turun di depan gang dekat gereja lalu melanjutkan berjalan kaki menuju kosan Dicky. Sedang Gede tak turut serta dan melanjutkan perjalanannya dengan angkot ke arah kampus. Sesampainya di kosan Dicky, kami menyempatkan menyapa beberapa teman kelas kami di lobby tengah lantai satu. Ada Ma'arif, Budhi, Asri, Gilang, (dan dua orang lagi tapi saya lupa) juga Nuzul yang malah sudah ada di situ. Ternyata ini kelompok Budaya Nusantara yang tengah mempersiapkan diri untuk penampilan presentasi Kebudayaan Minahasa esok hari. Karena sudah masuk waktu Ashar saya pun ijin menumpang solat di kamar Ma'arif di samping lobby. Cukup lama saya menghabiskan waktu untuk menggunakan kamar mandi dan kemudian melanjutkan solat ashar. Begitu selesai saya bergegas keluar dari kamar Ma'arif, di lobby tinggal kelompok Budaya Nusantara yang hendak memperagakan penampilan untuk besok. Sayang saya tidak diperkenankan untuk menyaksikannya, katanya biar surprise besok. Saya pun berlalu meninggalkan lobby setelah sebelumnya berterima kasih pada Ma'arif atas tumpangannya tadi, menyusul teman-teman lain yang rupanya sudah lebih dulu ke kamar Dicky di lantai tiga. Benar saja, mereka sudah bersiap memutar player di laptop Lundu, namun ternyata kami harus menunggu Bagir untuk sholat terlebih dulu.

Inikah rasanya...

Cinta, Alya, Maura, Mili dan Karmen juga Mamet... here we go!

Begitu film diputar, terdengar teriakan 'tu wa ga pat!' lalu diikuti pembukaan film dengan backsong lagu milik Potret Band berjudul Ku Bahagia.

Di atas bumi ini ku berpijak
Pada jiwa yang tenang di hariku
Tak pernah ada duka yang terlintas
Ku bahagia
 
Ingin kulukis semua hidup ini
Dengan cinta dan cita yang terindah
Masa muda yang tak pernah kan mendung
Ku bahagia

Dalam hidup ini
Harungi semua cerita indah ku
Saat-saat remaja yang terindah
Tak bisa terulang

Kuingin nikmati
Segala jalan yang ada di hadapku
Kan kutanamkan cintaku kasihku
Agar ku bahagia

Kami yang begitu antusias, menambah volume pengeras suara bombastis dan turut serta menyanyikan lagu tersebut bersama-sama dengan segenap jiwa raga. Untung saja bangunan tiga lantai yang menaungi kami tidak sampai runtuh menerima pantulan suara kami yang sepertinya cukup berisik dan mungkin mengganggu penghuni kos yang lain. Sampai-sampai Chrusty yang kamarnya juga di lantai tiga datang menghampiri sekadar menengok kehebohan kami dan kemudian kembali ke kamarnya lagi :D

Sorry guys. We're so excited. hehe

Film pun bergulir seiring berjalannya waktu. Saat Cinta, Maura, Mili dan Karmen beradegan dance bareng usai menghibur Alya yang besedih, kami juga tak kalah heboh menirukannya. Bahkan saking hafalnya di beberapa bagian, kami mendahului mengucapkan dialognya. Cukup serius juga kami menyimak adegan demi adegannya. Sampai saking menghayatinya, suasana gaduh tiba-tiba senyap sesaat. Namun masih saja sesekali kami melemparkan candaan ngebandingin Cinta, Alya, Maura, Mili dan karmen juga Rangga dan Mamet yang di film dengan kami. LOL

Seru lah pokoknya nobar film AADC full team kaya gini. Biar cuma berenam tapi udah cukup lah bikin kamar Dicky berantakan dan mengundang tanya penghuni kos yang lain. Berhubung pintu kamar Dicky yang sengaja dibuka lebar agar mempermudah sirkulasi udara, kerapkali jika ada penghuni kos lain yang melintas di depan kamar nampak heran melihat kami keasyikan sendiri menonton film jadul macam ini dan terlebih karena kehebohan yang kami timbulkan. *no offense

Di tengah film, Dicky lagi-lagi berkicau di akun jejaring berlogo burung biru mengutarakan isi hatinya paling dalam.
"@dickysebayang: depresiasi akhlak with (っ˘з˘)っ @LunduManik @baagir, @albinalangun, @mrHepi"

Lundu yang juga kebetulan tengah mengintip lini masa di jejaring yang sama menemukan tweet Dicky itu dan memberitahukan kepada kami semua. Gelak tawa pun bersambut. Tak lama Dicky berkicau lagi, mungkin melihat keadaan kamarnya yang berantakan akibat tingkah kami. Haha

"@dickysebayang: besok pindah kosan . fix @Lundumanik @baagirs @albinalangun @mrHepi   (⌣_⌣)\('́⌣'̀ )"

Terlepas dari kekacauan yang kami buat, memang fenomenal lah film ini. Banyak kutipan dialog dari film tersebut yang di kemudian hari nge-HITZ banget seperti berikut.

* Puisi Rangga

Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku
Aku lari ke pantai, kemudian teriakku
Sepi... Sepi dan sendiri aku benci.
Aku ingin bingar. Aku mau di pasar.

Bosan aku dengan penat,
dan enyah saja kau, pekat!

Seperti berjelaga jika aku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai
Biar mengaduh sampai gaduh

Ahh.. ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang
di tembok keraton putih
Kenapa tak goyangkan saja loncengnya?
Biar terderah,
atau... aku harus lari ke hutan belok ke pantai?

"Iya, nonton sampai sama-sama, pulang sekolah juga sama-sama, berangkat juga sama-sama. Apa namanya kalau bukan mengorbankan kepentingan pribadi demi sesuatu yang kurang prinsipil? Kayak nggak punya kepribadian aja." - Rangga

"masalah salah satu di antara kita adalah masalah kita semua, musuh salah satu di antara kita adalah musuh kita semua" - Cinta
"BASI!!! madingnya udah siap terbit!!" - Cinta
"bila emosi mengalahkan logika, bener 'kan banyakan ruginya" - Cinta
 
"terus kalo elo sekarang nggak punya temen sama sekali kaya sekarang tuh salah siapa? salah gue? salah temen-temen gue?" - Cinta

Nonton film ini benar-benar mengingatkan kami ke masa-masa indah jaman masih pada remaja dengan kondisi emosi yang naik turun. Malu juga kalau harus mengingat waktu itu. Anything changed, people grown. Sekarang kami bukan remaja lagi, tapi boleh dong punya semangat remaja. Somehow boleh juga lah sejenak ngelupain umur, merasa masih remaja biar hidup nggak melulu monoton berkutat dengan masalah-masalah orang dewasa. Hehe :)

Ma'arif yang diklaim sebagai Rangga

Chrusty, Dicky, Bagir, Nuzul, Langun, Rein, Lundu, me
PS: Kemarin nemu akun twitter @GengAADC lucu juga, follow ah... biar nggak dikatain Rangga nggak punya kepribadian (?)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain