Langsung ke konten utama

JABODETABEK on vacation 1

Senin, 26 Desember 2011

Karena menghabiskan liburan Natal dan Tahun Baru di rantau begini, jadilah saya mencari-cari kesibukan. Daripada mendekam di kamar, saya coba mencari alasan untuk dapat pergi melihat dunia di luar sana. Saya tak sendiri. Masih tersisa Donny, yang juga tak pulang ke daerah asal dan memilih untuk melewatkan pergantian tahun di kota metropolitan tempat banyak orang menggantung harapannya -termasuk kami, ya di sini.

Kami pun bersepakat untuk nonton bareng. Lumayan buat mengisi kekosongan waktu. Hm, namun saya punya ide lain. Acara nontonnya harus beda. Nggak sekadar nonton ke bioskop terus pulang. Kalau tempat nonton di sekitaran sini udah bosen ah. (sombong) Gimana kalau nontonnya ke luar kota? Bisa sekalian jalan-jalan. Hehe

Pukul 09.25 saya mengemudikan sepeda motor boleh minjem dari Kukuh yang kebetulan motornya nganggur di kosan karena ditinggal pulang kampung. Donny turut serta membonceng di belakang. Menembus jalanan Bintaro ke arah Pondok Pinang dan berakhir di parkir B2 khusus sepeda motor POINS Square, Lebak Bulus. Perjalanan segera kami lanjutkan dengan berjalan kaki menuju Terminal Lebak Bulus yang jaraknya sekitar 200 meter dari Shopping Mall and Apartment di Jakarta Selatan ini. Begitu sampai di terminal, kami sempat bingung untuk menemukan bus AC warna merah bertuliskan AGRA Mas di badan angkutan umum jurusan Lebak Bulus - Bogor ini. Ternyata kami salah. (Jelaslah nggak ketemu-ketemu busnya, orang nyarinya di deretan armada antarpropinsi dengan tujuan kota-kota di Jawa Tengah atau Jawa Timur)

Pukul 10.10 bus diberangkatkan. Bogor... Here we go!


 
Begitu excited-nya bisa jalan-jalan lagi ke Kota Hujan ini, lalu lintas yang cukup padat pagi tadi tak menyurutkan semangat saya. Sampai, Donny menyeletuk:"Kok busnya lambat banget sih jalannya?". "Err..iya lalu lintas lumayan padat soalnya", jawab saya sekenanya. Donny tertidur di kursinya. Saya masih asyik menikmati 'pemandangan' dari jendela. Jujur, kalau dipikir-pikir, bener juga nih apa yang dibilang Donny. Udah hampir sejam melaju di keramaian jalanan tapi tol dalam kota aja nggak kelar-kelar ini dari tadi. Sabar... Begitu masuk tol Jagorawi yang udah mulai cukup lengang pun, masih saja terasa lamban ini jalannya. Emang sih, sempat beberapa kali kendaraan-kendaraan di depan kami melambat saat memasuki gerbang tol. Dilihat-lihat kebanyakan kendaraan pribadi berplat nomor Jakarta. Ckckck


Sentul International Convention Center
Dengan membayar IDR11,500/orang, si Agra ini akan membawa kita ke Bogor. Penumpang akan diturunkan di terminal Baranangsiang tak lama setelah bus keluar dari tol Jagorawi. Dari sini saya bergegas keluar terminal, berjalan kaki menyusuri pinggiran Jalan Pajajaran menuju Botani Square. Kebetulan letak kedua lokasi tersebut tidak begitu jauh, sekitar 150 meter saja. Sambil jalan, saya mencoba menghubungi kembali Indra, teman kuliah saya bertempat tinggal di Bogor yang saya harapkan bisa jadi host acara 'mbolang' kami hari ini di tanah kelahirannya itu, untuk memastikan tempat kami janji bertemu. Rupanya dia telah lebih dulu sampai dan sudah menunggu kami di XXI.

12.05
Begitu saya dan Donny mencapai 2nd floor tempat di mana XXI berada, di kejauhan saya melihat Indra yang tengah menunggu dengan cukup resah. Benar saja, begitu kami bertiga masuk lobby XXI untuk membeli tiket, beberapa banjar dan antrian pengunjung yang hendak membeli tiket serta pengunjung lain yang menunggu jam tayang meluber hingga ruang terasa sesak. Sempat takut juga lah nggak bisa ngejar jam tayang pertama (12.15) film yang juga diproduseri Tom Cruise ini. Setelah bersabar mengantri, akhirnya 3 tiket berhasil saya dapatkan. Segera saya menghampiri Indra dan Donny yang menunggu di sudut lain ruangan itu dan bergegas kami menuju studio 3, tempat film itu ditayangkan. Kami duduk senyaman mungkin, menikmati layar lebar di hadapan kami yang tersorot proyektor menampilkan adegan demi adegan seru dan cukup menegangkan, Mission Inmpossible: The Ghost Protocol. -Kembali saya tidak bermaksud memberikan review atas film yang saya tonton, namun secara pribadi saya sampaikan bahwa film ini recommended untuk ditonton.


Begitu credit film muncul, kami bertiga mempercepat langkah kami keluar dari bioskop ini dan kemudian berjalan ke 1st floor melalui eskalator menuju mushola untuk menunaikan sholat Dzuhur. Untungnya masih keburu, hehe. Selesai sholat kami menyempatkan diri mampir ke toko buku yang berada di lantai dasar untuk sekadar melihat-lihat. Niatnya sih pengen cari buku traveling yang bagus, tapi setelah melihat ke rak buku dengan klasifikasi Pariwisata itu, ternyata buku yang ada tak mampu menarik minat kami untuk membelinya :p

Karena tak ingin berlama-lama, kami pun mengakhiri kunjungan di toko buku ini. Donny mengajak kembali menaiki eskalator untuk sejenak melihat ke outlet sport branded yang cukup ternama melihat-lihat sepatu. Lagi-lagi keluar dengan tangan hampa. Kalau yang ini, belakangan saya ketahui kalau sepatu-sepatunya nggak ada yang cocok di hati, lebih tepatnya, harga sepatunya yang menurut dia kurang reasonable. Haha

Bingung mau ngapain dan ke mana, akhirnya saya mengajak untuk mendatangi keramaian di 2nd floor di depan XXI tadi. Tepat ketika kami sampai di sana, beberapa gadis dengan kostum heboh berwarni-warni yang terkonsep secara unik sehingga begitu menarik perhatian kami. Mereka adalah beberapa model yang didapuk untuk memperagakan busana dalam Jember Fashion Carnaval (JFC) yang merupakan salah satu cabang acara unggulan dalam semarak pergantian tahun yang akan digelar dikawasan Ancol Jakarta. Para gadis ini pun berbaris dan kemudian berlenggak-lenggok mengitari kawasan 2nd floor ini dipimpin barisan marching band anak kecil dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti drum plastik dan bahkan  gagang pintu yang mereka pukul. Namun tetap dapat menghasilkan melodi yang cukup unik dan bagus. Tak lupa ada beberapa icon creatures Dufan yang turut serta memeriahkan acara.

Kami mendekat ke arah panggung, di mana banyak orang berkerumun. Rupanya ini memang semacam upaya pemasaran acara menyambut pergantian tahun yang digelar di kawasan Ancol di penghujung tahun ini. Tak hanya akan disuguhi parade JFC, ada juga penampilan drama musikal Laskar Pelangi, juga ada promo lain yang cukup menggiurkan. Saya merapat ke booth kecil di dekat panggung. Mangambil beberapa brosur dan kebetulan ada kipas for free. Lumayan nih bisa buat menghalau gerah, secara kipas angin di kosan sudah lama mati tak memberi kesejukan lagi. Jadinya malah ngobrol panjang lebar sama mbak-mbak SPG-nya. Untungnya saya tidak termakan bujuk rayunya.


Parade kecil yang tadi telah selesai berkeliling. Donny nampaknya berminat sekali untuk berfoto bersama model JFC tadi. Malah saya yang dijadikan umpan untuk meminta foto bersama menggunakan kamera ponsel Donny dan nanti bergantian Donny minta difotokan bersama mereka juga. Kapan lagi lah ada kesempatan begini. Buktinya, bisa bikin Fahmi envy pas saya mengunggah hasil jepretan itu tadi di jejaring Facebook. Yeay!



Puas berfoto, saya mengusulkan untuk membeli Roti Unyil di outlet resminya, Venus. Sebelum meluncur ke sana, saya ingat kalau tadi Donny ingin difotokan bersama Tugu Kujang yang merupakan bangunan iconic kota yang juga mendapat julukan 'sejuta angkot' itu. Kami pun menuju jalanan depan Botani Square, tepat di mana tugu itu berdiri di tengah persimpangan jalan. Saya pun membantu Donny untuk mengabadikan gayanya dengan latar Tugu Kujang menggunakan kamera ponselnya. Saya tak turut serta. Di awal saya mengunjungi kota ini, saya sudah terlebih dahulu menyempatkan diri mengabadikan moment serupa. Sementara Indra, cukup senyum-senyum aja.


Setelahnya kami menunggu angkot hijau 09 arah Ekalokasari Plaza yang bersebelahan dengan ruko di mana outlet roti unyil Venus berada. Tarif Angkot di Bogor sih cukup IDR2,000 saja. Elos (Ekalokasari Plaza) ini sebenarnya masih satu jalan dengan Botani Square, hanya saja Elos berada di ujung jalan Pajajaran sebelum persimpangan jalan. Begitu sampai, kami mampir terlebih dahulu ke mushola Elos untuk menyempatkan diri menunaikan ibadah Ashar. Setelahnya kami langsung menyegerakan diri untuk menyambangi Venus mengingat hari yang beranjak senja. Venus sendiri sudah cukup populer di kalangan pecinta roti unyil, atau sekadar pengunjung yang mampir membeli oleh-oleh khas Bogor itu. Terbukti, dua kali ke sini outlet ini selalu dipenuhi pelanggan. Daripada ribet antri panjang untuk order, saya pun langsung menghampiri meja kasir atas saran Indra dan memesan 1 kardus multivarian yang berisi 20 biji roti unyil aneka rasa seharga IDR26,000/kardus. Usai menyelesaikan pembayaran, kami pun segera menaiki angkot yang ngetem di seberang jalan untuk mengantarkan kami kembali ke terminal.


Terminal bus dan angkot di Bogor tidak satu lokasi. Jika naik angkot dari Elos dan ingin ke terminal Baranangsiang, turunlah sebelum atau tepat di belokan menurun jalan menuju terminal angkot, lalu menyambungnya dengan berjalan kaki sekitar 250 meter untuk sampai ke Baranangsiang. Kebetulan tadi begitu kami turun dari angkot turunlah hujan rinti-rintik yang cukup deras. Indra sempat mengeluarkan payungnya yang meneduhinya sepanjang perjalanan menyusuri trotoar menuju Baranangsiang. Tapt ketika kami mencapai gerbang terminal, bus Agra telah siap untuk diberangkatkan. Kami pun berpisah. Saya dan Donny pamit undur diri pada indra, tak lupa mengucapkan terima kasih karena telah menjadi tour guide sehari di Bogor.

Bus melaju. Menjelang maghrib tiba, saya mengikuti penumpang yang lain bersiap untuk turun di depan POINS Square saat bus melintasinya. Saya dan Donny segera mencari tempat makan untuk membatalkan puasa. Akhirnya kami memesan paket hemat di Hoka Hoka Bento dan segera melahapnya habis. Melirik ke arah jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 18.30, saya mengajak Donny untuk segera menunaikan sholat Maghrib di mushola basement.

Perjalanan belum usai. masih harus menyambung dengan mengendarai sepeda motor untuk benar-benar mengakhiri perjalanan hari ini. Keputusan untuk memarkir motor di sini sangat tepat. Sudah seharian tadi motor kami terparkir dengan aman ternyata kami cukup perlu membayar IDR9,000. Worth it lah :)

Andai saja hari ini tadi tidak sedang puasa sunnah Senin-Kamis, pasti deh bakal kalap minta anter Indra buat wisata kuliner. Dengan begini, saya jadi punya alasan untuk maen ke Bogor lagi. Datang berkunjung ke rumah Indra terus nyobain wisata kulinernya... hm...sounds great!

Sekadar info, dari Bintaro ke Bogor bisa ditempung dengan alternatif perjalanan sebagai berikut:
  1. Dari stasiun Pondok Ranji naik KRL/KRD ke arah Tanah Abang/Manggarai kemudian bisa melanjutkan dengan kereta api jurusan Bogor. (Saya belum ada pengalaman menggunakan alternatif ini, karena saya rasa ini akan menempuh rute memutar yang akan memakan waktu, tenaga serta biaya)
  2. Dari Bintaro bisa naik angkot merah S08 tujuan Lebak Bulus yang biasa ngetem di perempatan Bintaro Plaza dengan biaya IDR4,000. Begitu sampai di Lebak Bulus naik bus AC Agra Mas Lebak Bulus-Bogor bertarif IDR11,500.
Di Bogornya sendiri bisa menggunakan jasa angkot untuk berkeliling. Jangan khawatir, sangat mudah menemukan angkot dan tak akan membuat Anda menunggu lama. Secara bogor adalah kota 'sejuta angkot'. Tarif angkot sih lumrahnya IDR2,000 jauh dekat. Namun ada yang menginformaikan juga IDR3,000 untuk jarak yang jauh. info trayek angkotnya silahkan di-googling aja. hehe

Sebenarnya di Bogor ada satu moda transportasi masa yang lain. Trans Pakuan dengan tarif IDR3,000 sekali jalan. Saya sangat ingin merasakan nikmatnya menggunakan sarana transportasi ini. Tapi sayang, tak semudah kita menemukan angkot. Contohnya saja hari ini, di hari yang cukup padat lalu lintasnya karena ada libur cuti bersama macam ini saja saya tidak menemui kendaraan ini. Bahkan shelter-nya pun terkesan terbengkalai dan tak terlihat satu pun calon penumpang yang menunggu di sana.

See you again, Bogor...

Komentar

  1. ga bilang-bilang kalo mau ke bogooooooorrrr -___-

    BalasHapus
  2. haha ampun... lagian ini juga sama temen-temen cowok, cuma niat nonton doang. ^^v

    BalasHapus
  3. ALASAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANNNNNN !!!!!! #bantingpanci

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain