Langsung ke konten utama

sumpah mas, bukan saya!


Pagi itu entah mengapa 2 mata kuliah yang terjadwal ditiadakan. Ya sebagai mahasiswa yang bergolak darah mudanya, nggak mau dong menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Teman sekelas yang lain pun sudah mulai heboh merencanakan acara apa dan ke mana kita hari ini selagi jadwal kuliah kosong. Lundu pun mengambil inisiatif untuk mengirimkan sms jarkom (jaringan komunikasi) berisi pilihan acara jalan kemana dan/atau ngapain ke teman-teman sekelas. Feedback-nya, akan diambil suara terbanyak dan direalisasikan untuk menghabiskan waktu luang yang ada secara bersama-sama. Berdasarkan perhitungan hasil voting dari balasan sms yang diterima Lundu diperoleh hasil: KARAOKE!


Lundu pun kembali mengirimkan sms jarkom pemberitahuan bahwa kita akan pergi karaoke hari ini, berkumpul di bundaran air mancur kampus jam 12.30, karena kita mau ngambil jam check-in yang jam 13.00. Lundu mengajak saya untuk datang lebih awal ke tempat kami biasa karaoke yang berada di deretan Ruko Marcella Bintaro Sektor 3A supaya bisa reservasi tempat lebih dulu. Jadilah sebelum jam 13.00 Lundu sudah menjemput saya dan lalu drop me off di tempat karaoke tersebut sedangkan Lundu putar balik ke arah kampus untuk mengkoordinasi teman-teman lain yang sudah berkumpul di bundaran air mancur kampus. Saya pun mengantri di depan meja receptionist untuk melakukan reservasi. Saat tiba giliran saya, ternyata reservasi tidak dapat dilakukan dan lebih disarankan untuk langsung check-in room aja. Saya yang masih bimbang mengambil keputusan akhirnya mencoba menghubungi Lundu untuk minta pertimbangan. Karena jenis room yang akan kami pesan tersisa 2 saja. Lundu pun menyarankan untuk saya check-in lebih dulu saja biarpun teman yang lain belum datang daripada kehabisan room kan malah kita ntar nggak jadi karaoke lagi. Kembali saya mengantri dan memesan 1 medium room dengan mengambil paket 3jam karaoke yang di dalamnya sudah termasuk gratis order 4 jenis makanan dan/atau minuman. Saya mengorder 2 botol air mineral, 1 roti bakar, dan 1 French fries.


Saya pun check-in menggunakan nama saya serta menyertakan nomor ponsel saya sebagaimana yang diminta oleh kakak resepsionisnya. Setelah menyelesaikan administrasinya, saya pun diantarkan ke room yang telah dipersiapkan. Room 203 yang berada di lantai 2 tempat karaoke ini. Saya pun mengirimkan sms kepada Lundu memberitahukan ruangan kami. Karena sudah check-in sedangkan teman yang lain tak kunjung datang, daripada bengong saya pun meng-entry beberapa lagu untuk dinyanyikan, itung-itung pemanasan. Tak berapa lama masuk mas-mas pelayan mengantarkan order 2 botol air mineral dan menaruhnya di atas meja. Di saat tengah asyik menyanyi, tiba-tiba handphone saya menerima sms dari Dimas menanyakan di mana ruang karaokenya. Sesaat setelah saya membalas smsnya, Dimas pun muncul dari balik pintu dan masuk duduk bersama sambil masih malu-malu nggak mau diajakin nyanyi bareng. Beberapa waktu kemudian, datang orderan yang lain, 1 roti bakar dan 1 French fries. Tak lupa saya ucapkan terima kasih pada mas-mas yang telah mengantarkan order makanan dan minuman tersebut.

Langun dan Afril tiba-tiba muncul, datang bergabung. Disusul oleh Lundu yang datang bersama Bagir dan Euis. Happy time was begun... :D

Kami pun bergantian menyanyikan lagu-lagu pilihan diselingi canda tawa. Bagir dengan suara merdunya, Euis yang jago dengan cengkok dangdut melayu yang kental, Langun yang jago nyanyiin lagu-lagu Korea, Afril dan Dimas yang diam-diam metal nyanyiin lagu berirama keras dan bernada tinggi, Lundu yang juga nggak kalah seru nyayinya, dan saya sendiri cukuplah jadi backing vocal. Cukup serulah sepanjang 3jam itu. Hingga tak terasa, waktu check-in kami berakhir. Sebelum keluar ruangan kami pun mengumpulkan uang patungan untuk melunasi bill karaoke ini.



Betapa terkejutnya kami, ketika hendak membayar di kasir meja resepsionis, total bill yang harus kami bayar mencapai IDR 265,804. Bagaimana bisa dari harga kesepakatan semula yang cuma IDR 138,754 meningkat sedemikian rupa? Rupanya di bill itu terdapat order Heinneken Pitcher senilai IDR 127,050. Padahal kami tidak merasa mengorder atau mengkonsumsi minuman beralkohol itu. Akhirnya, setelah ada klarifikasi singkat, mbak di kasir mencoret total bill semula dan menuliskan kembali sesuai harga di awal tadi dengan pena sekenanya.



Usai 3 jam berkoar-koar kami pun merasa lapar, akhirnya sepakatlah kami melangkahkan kaki ke Plaza Bintaro yang tak jauh dari kawasan ruko ini. Karena kebetulan hari itu saya tengah berpuasa, jadilah saya tak ikut serta mereka ke KFC untuk pesan makanan. Saya memisahkan diri sebentar dari rombongan menuju Hero swalayan untuk iseng-iseng beli camilan favorit saya Tao Kae Noi seaweed dan coba-coba beli Mie Goreng Mama. Setelah menyelesaikan pembayaran di kasir saya mengecek handphone kali-kali teman-teman tadi batal makan di KFC terus pindah ke tempat makan lain. Yang saya dapati justru 5 panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak dikenal. Posel saya kala itu memang sedang dalam silent mode, jadi nggak tahu deh ada panggilan sampai berkali-kali seperti itu. Saya bergegas ke KFC, untunglah mereka masih di sana. Lalu saya coba mencari tahu nomor tadi dengan menanyakan pada Euis apakah dia tahu nomor tersebut, namun tiba-tiba kembali ada panggilan masuk dari nomor itu. Langsung saja saya angkat telponnya.

"Halo, dengan Hepi ya?" Suara seorang perempuan di seberang sana.
"Iya benar, ini siapa ya?"
"Mas tadi minum bir-nya ya?"
*Jleb!  Baru tahu lah saya ini telpon dari tempat karaoke saya tadi yang rupanya mencoba menghubungi saya sejak tadi untuk memperjelas masalah order Pitcher tadi. Yang nggak habis pikir, bisa-bisanya gitu langsung nembak, menuduh saya telah menenggak habis minuman haram tersebut.
"Enggak mbak, bla..bla..bla..." Saya membantah dong, wong saya nggak merasa minum, tahu bentuknya aja nggak. Lalu saya pun mencoba menjelaskan kembali kronologi serah terima order yang telah terjadi dan memang tidak ada order minuman itu.

Lalu saya diminta untuk kembali ke tempat karaoke itu untuk memperjelas masalah ini. Karena yang lain masih sibuk menyantap makanan, akhirnya saya mengajak Euis untuk menemani kembali ke tempat karaoke sebagai saksi dan pendukung argumen saya.

Kembali lagi di tempat karaoke, begitu melewati pintu masuk saya langsung menghampiri meja resepsionis lalu memberikan keterangan seadanya sesuai dengan kronologi yang saya alami tadi. Lalu sama mas-mas yang senior atau pangkatnya lebih tinggi kali ya (karena seragam pegawai yang dikenakannya berbeda dari pegawai lain), sebut saja Joko (nama ngasal), meminta kami untuk menunggu sebentar di lobby untuk klarifikasi lebih lanjut. Dalam hati udah geregetan juga nih, apalagi yang harus dijelasin, semua yang saya katakan ya itu apa adanya.

"Saya juga nggak mungkin loh mas minum begituan" tutup saya usai memberi penjelasan di meja resepsionis.
"Iya, makanya saya juga nggak percaya mas" sahut Joko.

Tak lama saya dan Euis duduk menunggu di lobby, si Joko yang sedari tadi kontek-kontekan via handy talky kemudian memanggil mas-mas karyawan lain untuk menemui kami, ya anggaplah ini si Mono, yang menurut keterangan dia adalah saksi mata yang menemukan bekas botol Pitcher di ruang karaoke kami tadi. Mono pun dipersilakan duduk di hadapan saya sama Joko dan dimintai keterangan.

"Jadi benar, mas ini yang kamu lihat yang terakhir keluar dari room 203?" Joko memulai interogasinya.
"Iya benar, saya tadi lihat mas ini sama temen-temennya keluar dari ruang 203. Terus saya masuk dan menemukan botol Pitcher kosong di atas meja" jawab Mono.
"Nggak mungkin dong mas, orang tadi kami pesennya 2 botol air mineral aja. Ya kan Euis?" Euis mengangguk.

Saya membantah dong, emang jelas-jelas di antara kami nggak ada yang merasa minum Pitcher yang dimaksud masa iya mau ngaku-ngaku. Tapi si Mono kayanya sih tetep nggak percaya sama bantahan kami, dari gayanya yang rada sengak dia tetep keukeuh meyakini kami telah meminumnya. Saya pun kembali berusaha menceritakan kembali kronologis dari awal saya check-in sampai keluar dari tempat karaoke ini. Tanpa sadar rupanya nada suara saya mulai meninggi (kata Euis sih gitu, tapi kalo didenger kayanya emang bukan di nada dasar C deh)

Di tengah suasana bantah membantah membela diri, dari dalam munculah karyawan yang lain yang rupanya juga dipanggil sama Joko untuk gabung bersama kami. Sebut saja namanya Budi.

"Ini bukan tadi yang order Pitcher?" Joko menodong Budi dengan pertanyaan.
"Oh, bukan-bukan. Saya tahu mas ini sama temen-temennya. Bukan mereka, yang pesen tadi itu 4 mas-mas gitu yang rada-rada preman" jawab Budi meyakinkan Joko.

Rasanya seperti mendapat siraman air segar di tengah dehidrasinya tenggorokan yang dipake buat ngomong panjang lebar ngejelasin berulang-ulang kronologi kejadian yang saya alami. Seperti berhasil menyelamatkan diri dari serangan ikan hiu. Seperti menang lotre dapat paket jalan-jalan ke Thailand (loh? mulai ngaco) Pokoknya saya bersyukur sekali karena Tuhan telah mengirimkan malaikat penolong bagi saya dan teman-teman. Lega rasanya semua bisa clear! Eh, tapi Mono kayanya masih nggak clear deh, mungkin dia lebih memilih Sunsilk #krik

"Yasudah, sudah jelas sekarang. Mohon maaf ya mas, bukan maksud kami menuduh mas, cuma ingin mencari kebenarannya aja gimana biar nggak salah paham" Joko menengahi pembicaraan dan ingin segera mengakhiri ini semua. Ya karena dia juga tahu lah mana mungkin tampang lupgu polos dan ganteng seperti saya ini mengkonsumsi mirasantika.

"Ayo-ayo minta maaf dulu" Joko menyuruh dua karyawannya meminta maaf ke saya.

"Loh nggak, nggak apa-apa kok mas, yang penting udah clear aja sekarang" sergah saya. Namun Budi yang emang dasarnya orang baik kali ya, dia langsung sodorin tangannya mau nagajakin jabat tangan buat minta maaf, ya saya sambutlah jabat tangan itu. Lalu saya meneruskan jabat tangan sama Mono juga. Tapi ada raut kecewa di wajah Mono. Mungkin dia masih meyakini saya dan teman-teman yang mengorder dan mengkonsumsi f*cking Pitcher itu.

"Udah kan mas gini aja, terima kasih ya..." saya dan Euis pun pamit undur diri dan kembali bergabung dengan teman-teman di KFC tadi.

Thanks berat buat Budi, Joko, sama Mono juga deh. Oiya, mbak-mbak kasir yang udah rela hati nelpon sambil nuduh saya minum bir. Buat Euis juga udah nemenin beradu argumen sama teman-teman yang udah bantu doa dari jauh. Syukurlah... semua sudah jelas sekarang. Kapan kita karaoke lagi? hehe...

Komentar

  1. huahahahaha,,
    sumpah seru+tegang tapi lucu juga ceritanya!
    jago cerita neh si hepi! ^^;

    BalasHapus
  2. SUMPAH...seru tegang dan menegangkan sekali Pi. Kagak habis pikir kalau elo sampe minum mirasantika Pi. Wajah lugu mu nggak meyakinkan :D
    wkwkwkwk

    BalasHapus
  3. @Nesya: terima kasih komentarnya, Alhamdulillah kalau Nesya bisa terhibur. terima kasih juga buat pujiannya, ini gratis kan? hehe :)

    @Zulfa: terima kasih Zulfa. hehe iya ya, muka innocent saya kan nggak cocok kalau harus dituduh minum mirasantika, apalagi kalau sampai ketahuan bang Haji saya sering begadang (?)

    @all: tetap ditunggu loh kritik dan sarannya :)

    BalasHapus
  4. @maarif haha malu ah kan ada Euis, masa mau maen kekerasan hihihi

    BalasHapus
  5. kbenaran pasti terungkap hehehe...
    lain kali kalo mau ngapa2in bawa temen minimal 2 buat jadi saksi kalo ada apa2 krn 1 saksi bukan saksi hehehe #aduh sotoy

    BalasHapus
  6. @priska haha asik Alhamdulillah dapet ilmu hukum gratis dari Priska, kalau butuh saksi dalam suatu perkara hukum harus bawa 2 orang baru valid bisa jadi saksi. gitu kan? hihi

    BalasHapus
  7. iyes, tp 1 saksi gapapa sih tp harus ada bukti lain...kalo cuma saksi aja hrs 2 orang
    lg sosialisasi hahaha

    BalasHapus
  8. haha sip-sip, nah begini dong, jadi bisa memaksimalkan social media kan. nggak sekadar berbagi cerita, tapi berbagi ilmu hehe :)

    BalasHapus
  9. orang kena petit mall minum kaya begonoan bisa end langsung deh ya kayanya, pengen nyoba deh jadinya !!! #eh.

    BalasHapus
  10. "Jadi benar, mas ini yang kamu lihat yang terakhir keluar dari room 203?" BUDI memulai interogasinya.

    ....
    Mungkin maksudnya 'Joko' ya?

    hhe

    great true story kk (y). ditunggu postingan selanjutnya :)

    BalasHapus
  11. hey, anonim. terima kasih udah mampir dan baca artikel saya plus koreksinya. sudah dibenarkan :)
    thanks again

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain