Langsung ke konten utama

#KeKantorNaekUmum

Jumat kemarin (6/7) –hari terakhir studi lapangan di KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua, saya iseng nyoba #KeKantorNaekUmum dan ternyata SERU!

Mengingat jarak Bintaro-Kuningan yang cukup jauh, jadilah saya berangkat pukul 5.30. Ketika buka pintu rumah hendak berangkat, ternyata hari masih gelap! Tapi saya tetap melangkah mantap berjalan ke depan gang menanti angkot. Alasan berangkat sepagi ini tak lain adalah agar tidak terjebak macet juga karena sudah janjian sama Yoyo, salah satu teman perempuan kelompok studi lapangan, untuk bertemu di terminal Blok M sebelum pukul 6.30.

Pagi itu saya sendiri di dalam angkot yang melaju lambat, sampai satu per satu penumpang naik mengisi ruang. Turun di rel Bintaro saya berganti naik metromini. Begitu melompat masuk, saya dapati rata-rata penumpangnya adalah para pekerja. Kabar baiknya: naik metromini pagi hari itu nggak sampai perlu berdesakan!

Arus lalu lintas pagi hari yg tidak begitu padat jg mempercepat waktu tempuh. Pukul 06.00 tepat saya sudah sampai terminal Blok M. Saya pun mengabarkannya kepada Yoyo. Karena 'kepagian' dan Yoyo yang tinggal di Radio Dalam juga msh sarapan, daripada bengong menunggu di terminal saya mendapat ide cemerlang. Saya teringat dengan Pasar Kue Subuh Melawai! Bergegas saya berjalan menuju pelataran Blok M Square.

Wah! serasa rindu saya terobati begitu melihat beraneka jajanan/kue yang menarik baik bentuk dan warnanya. Masalah rasa sudah terbukti kelezatannya. Banyak kok yang membeli/memesan jajanan di sini untuk kudapan acara semisal rapat atau hajatan lainnya. Suasananya ramai, ibarat surga makanan! Ah, siapa yang tak tergoda untuk mencicipinya, apalagi harganya murah meriah!

Tiba-tiba saya sudah menenteng kantung plastik berisi brownies, dadar gulung coklat, roti goreng isi ayam, udang mayonaise & risoles. Jajanan yang saya beli tersebut totalnya sekitar 10ribuan saja loh. Pasar Subuh1 Melawai ini emang the best lah!
1Terletak di pelataran Blok M Square sisi melawai little Tokyo, buka dari subuh sampai 7.30

Saya duduk di bangku panjang sambil menikmati jajanan dan mengamati human interest di sana. Hectic! Seorang bapak tua datang dan duduk di sebelah saya lalu asyik menikmati 'main course' di tangannya. Entah apa yg disantapnya, tapi beliau nampak seperti menggumam kelezatan di tiap suapannya. Kalau saya perhatikan sih mirip-mirip menu nasi gandul. *sotoy – toyor kepala sendiri. Ah saya jd penasaran, di mana beliau membelinya , tapi malu mau menanyakannya. Lagian ini juga masih satu kantung jajanan yang masih saya harus habiskan.

Ada sms masuk: Yoyo bilang kalau busnya masih lama ngetem. Berarti saya msh punya waktu untuk menikmati suasana & pemandangan ini lebih lama lagi.

Yang menjadikan momentum ini terasa spesial karena kalau dipikir-pikir, sempat- sempatnya sebelum ke kantor mampir dulu ke pasar! Jajan sambil nongkrong pula. Haha…

Setelah menerima sms dari Yoyo yang memberitahukan bahwa dia sudah sampai terminal Blok M, saya pun mengambil langkah seribu kembali ke terminal. Tak sengaja saya melihat kea rah langit yang terang. Saya terkesiap ketika menemukan lingkaran jingga besar di sebelah timur. Matahari bulat penuh seolah menyapa sembari memancarkan hangat beranjak dari peraduannya. Ah, inilah momen yg sepagian ini saya tunggu-tunggu.

Saya dan Yoyo masih harus saling kontak untuk bertemu padahal kami sama-sama berada di jalur 2. Kopaja 66 melintas begitu saja. Harusnya kami naik itu, tapi kami masih sms/telepon menanyakan posisi. Setelah berhasil bertemu, kami pun berbincang sebentar sembari menunggu kopaja berikutnya. Tak berapa lama kami sudah berada di dalam kopaja 66 yang bergerak meninggalkan terminal.

SERU-SERU-SERU! Saya merindukan waktu-waktu menggunakan transportasi umum di Jakarta. Biasanya memang pergi ke kantor naik sepeda motor, jadi pas naik umum begini rasanya senaaaang tak tergambarkan.

Kopaja terus melaju membelah jalanan ibukota. Sampai suatu waktu berhenti untuk menaikan penumpang. Saya mengenal sosok yang naik ke dalam kopaja. Spontan saya pun meneriaki mbak Nita, salah satu petugas pelayanan di kantor kami itu. Saya juga memberitahukannya kepada Yoyo. Tapi sayang, mbak Nitanya nggak dengar. Baru deh ketika saya colek, dianya nengok dan voila! dia nampak terkejut melihat kami. Terlebih lagi menemukan saya yang nggak biasanya #KeKantorNaekUmum

Saya pun mempersilakan mbak Nita duduk di bangku saya, karena bangku yang lain sudah penuh. Awalnya dia menolak, tapi saya memaksa. Secara nggak enak juga kan ngebiarin senior berdiri.

Dia masih keheranan kenapa saya memilih naik angkutan, padahal hari jumat begini nanti pulang kantor bakalan macet parah.

Saya membela diri,"Ah sudah biasa mbak".

"Oh, biasanya narik jadi kenek ya?", Sambutnya.

 #jleb kok tahu?

Kenek kopaja memberitahu saya untuk duduk karena ada bangku kosong. Saya pun duduk dekat jendela menikmati jajaran gedung pencakar langit di sepanjang jalan Rasuna Said. Untuk beberapa lama saya hanya diam terpaku menikmati pemandangan.

"Pajak..Pajak...",teriak kenek kepada sang supir dan kopaja pun berhenti di depan kantor kami.

Sesampainya di kantor saya dan Yoyo segera bergabung dengan pasukan senam rutin yang digelar setiap hari Jumat pagi. Sementara mbak Nita belum pernah sekalipun terlihat ikut kegiatan ini. Dia lebih memilih untuk mempersiapkan diri melayani Wajib Pajak dari balik meja TPT.

Ya begitulah cerita #KeKantorNaekUmum nya, setidaknya hal yang dapat saya pelajari pagi itu adalah ...

  1. Banyak pekerja di Jakarta yang rela bangun pagi untuk mengejar angkutan menuju tempat kerjanya;
  2. Berarti keberadaan transportasi massa yang mumpuni utk mengakomodasi mereka sangat dibutuhkan;
  3. Moda transportasi semacam skytrain/MRT tentu akan terasa sekali manfaatnya bagi mereka juga warga Jakarta umumnya, karena mobilitasnya bisa didukung dengan transportasi yang cepat, bebas macet (2020 Amin, semoga rencana pembangunan insfrastruktur MRT oleh pemerintah berhasil diwujudkan); 
  4. Enjoy your trip on your way. Sedang dalam perjalanan ke kantor, nggak salah kok mampir pasar untuk jajan, hehe;
  5. Pasar dan ruang publik lainnya menawarkan human interest sebagai objek pengamatan yang menginspirasi;
  6. Jadi, sekali waktu ke kantor gunakan angkutan umum dan rasakan kejutan-kejutan kecil di perjalanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain