Langsung ke konten utama

Backpacking Thailand: Rose of The North

4 Maret 2012
Part 2: Let's climb the hill



"Sejak mengenal Thailand melalui tontonan film, saya begitu jatuh hati pada negeri yang akrab dikenal sebagai Negeri Gajah Putih. Saya menyukai kultur, budaya dan bahasanya, ah pokoknya semuanya... Demikian juga cara saya mengenal kota Chiang Mai ini. Banyak film yang mengambil latar cerita di kota ini. Now i'm here!"



***

Ketika hari beranjak siang, kami kembali ke jalanan menyusuri gang dan trotoar menuju Chang Phuak Gate -gerbang utama sisi utara kawasan persegi yang menurut informasi sebagai tempat ngetem Songtheaw (another type of Thai public transportation besides tuk-tuk). Dalam perjalanan kami menemukan persewaan sepeda/motor. Tapi entah, terus saja kami melangkah dan berlalu begitu saja.

Beberapa langkah di depan kami sekawan bule, seorang pria dan dua teman perempuannya, berjalan beriringan sembari bercakap dalam bahasa mereka. Rupanya kami searah dan satu tujuan. Saat mereka berbelok memasuki swalayan, kami mengekor di belakang. Kami membeli dua botol air mineral sebagai bekal. Sisa roti tawar, biskuit, dan abon dari perjalanan kemarin masih ada dan saya simpan di dalam tas kecil yang saya kalungkan di pundak sebagai bekal kami hari ini. Hemat, beb!

Kami masih berjalan membayangi ketiga bule tadi. Sampai pada akhirnya ketika menyeberang di dekat
Chang Phuak Gate, seorang bapak paruh baya berpenampilan rapi dengan setelah hitam ala pengemudi pribadi bos besar menghampiri kami dan dengan sopannya menawarkan jasa antar-jemput dari dan ke Doi Suthep. Ya, satu tempat yang paling wajib dikunjungi ketika berada di Chiang Mai ya kuil di atas bukit ini, Wat Phratat Doi Suthep.

Chang Puak Gate

Awalnya komunikasi tak begitu terjalin secara baik. Bayangkan saja ada bapak-bapak yang tetiba muncul dan mau mengantarkan kami ke Doi Suthep. Terus bila benar demikian mana kendaraannya? Bapak itu juga kemudian menunjuk-nunjuk ke arah utara seberang jalan. Beruntung dengan bahasa Universal ala Tarzan seperti itu, kami pun mengerti maksudnya. Beliau bersedia mengantarkan kami. Beliau adalah seorang sopir Songtheaw. Kendaraannya ngetem di seberang sana. Saya pun menanyakan tarifnya. 100 Baht/orang untuk pulang-pergi. Harga yang tak terlalu mahal, tetapi juga tak terlalu murah. Ayo, coba kita ikuti bapak ini. Kami berjalan mengikuti langkahnya.
Begitu sampai di seberang, kami pun langsung naik ke dalam Songtheaw yang beberapa tempat duduknya sudah terisi oleh beberapa bule. Si bapak tadi dari jendela mengangsurkan lembaran kertas yang dilaminating. Layaknya daftar menu, pilihan rute dan tarif perjalanan tertera di sana. Kita bisa saja memilih rute one-way (pergi saja atau pulang saja) juga rute return (pergi-pulang) dengan tarif masing 60 Baht dan 100 Baht untuk kunjungan ke Doi Suthep. Tak berapa lama, tiga bule tadi masuk ke dalam Songtheaw. Wah, mereka termakan rayuan gombal bapak itu juga rupanya. hehe...

Songtheaw itu dapat saya gambarkan sebagai mobil pick-up yang dimodifikasi bagian belakangnya. Masih ingat Oplet-nya Bang Mandra? Nah, kurang lebih seperti itu lah. hanya saja warnanya didominasi warna merah. Dalam ruang tak begitu luas itu, ada saya, Indra, 3 bule tadi, sekawanan muda-mudi bule juga, serta seorang perempuan Thai yang sudah tak muda lagi tetapi fashionable dan seorang temannya, pria bule yang juga telah cukup berumur. Songtheaw melaju meninggalkan downtown menuju arah barat laut kota, dan kemudian jalanan diwarnai dengan tikungan dan tanjakan. Let's climb the hill...!

***

Wat Phratat Doi Suthep


 Wat Doi Suthep berada pada ketinggian bukit yang bahkan untuk mencapai komplek bangunan utamanya kita masih harus mendaki 300-an anak tangga. -iseng banget sih sampe diitungin gitu :|


finally... we're up here!




musik tradisional Thailand membahana  di ruang terbuka depan bangunan utama ini mengiringi tarian gadis-gadis kecil Chiangmai untuk mengumpulkan donasi dari para pengunjung. full music, deh!

memasuki komplek dalam bangunan utama, kita harus melepas alas kaki... (kalo takut sepatu/sendalmu ilang, ada kok konter penitipan barang) suasana religius begitu terasa begitu memasuki bagian dalam komplek bangunan utama ini. banyak pengunjung yang menyalakan dupa lalu bersimbuh untuk sembahyang di depan 'altar'.







bagian yang paling unik adalah lonceng-lonceng simbol perjodohan yang dipasang di hampir sepanjang pinggiran atap bangunan ruang peribadatan. jadi misal nih kalian maen ke sini, beli dah tuh lonceng lope-lope terus tulis nama kamu dan pasanganmu lalu mintakan doa pada biksu di situ.


Indra's mind: "coba gue punya pacar, gue pasti ikutan pasang lonceng jodoh ini :|"


nggak bisa ikutan lonceng jodohnya, kamu masih bisa kok maenin lonceng-lonceng yang ada di keliling luar bangunan utama ini... hoho dijamin, kamu nggak galau-galau lagi... :')


atau malah mau menikmati kegalauan hidup? bisa bangeeeettttttzzzzzzz... di sudut belakang komplek ini ada ruang terbuka layaknya balcony luas yang akan memanjakan kegalauan kita menikmati city view (baca: run away Chiangmai airport) yang terlihat dari ketinggian. -sayang waktu itu Chiangmai masih berkabut efek 'pembakaran' hutan :( jadi tambah galau kan...


tampak belakang komplek bangunan utama

FYI, kenapa sih ini kuil kok dibangun di atas bukit begini? begini ceritanya...
pada zaman dahulu, Sang Raja hendak membangun kuil. karena galau menentukan lokasi pembangunannya, akhirnya Raja melepaskan seekor gajah putih nan baik hati ini ke alam bebas. Raja berkata bahwa di manapun langkah gajah putih ini terhenti, di situlah akan dibangun kuilnya. then, the elephant was found dead there, in the Doi Suthep hill :'( *puk-puk gajah putih

puas berkeliling komplek Wat Phratat Doi Suthep, kami pun belanja-belenji mencoba kuliner (halal) setempat. yummy Strawberry Sugar and street halal Thai food! Aroi maaak! (wenak tenan...)

segelasnya 20 Bath

"Assalammu'alaikum...boleh dicoba kakak jajanannya~"
pas udah kenyang kita balik ke downtown naik songtheaw si bapak tadi. nyampe downtown kami berjalan kaki berkeliling di kawasan persegi Chiangmai ini. keluar masuk objek menarik seperti monumen dan wat-wat-wat dan wat lagi. pas kecapekan, akhirnya kami duduk di bangku taman pinggir perempatan. aku buka bekal kami, roti tawar dan abon, dan menyantapnya di sana sebagai menu makan siang kami sambil menikmati lalu lalang kendaraan atau turis-turis yang bersepeda :|

me in front of three heroes monument in front of cultural museum Chiangmai
sore itu perjalanan berlanjut dengan ditemani segelas Thai ice tea yang kami sesap sedikit-sedikit secara bergantian... hemat, beb!

Komentar

  1. Hepp hepp seneng banget udah ke mana-mana :D, jalan-jalan ke thailand gini mesti ngurus passport ya? berapa lama ngurusnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. azaaammm... hehe kamu juga bisa kali zam, bikin paspor 7-10hari lah. langsung jadi insyaAllah... :) ayo bikin!

      Hapus
  2. ouch....
    Tulisanmu membuatku rindu pada The Land of Smile, Thailand! :)
    Negara itu slalu bikin aku pengen balik lagi dan lagi.
    3x kesana slalu saja punya pengalaman berbeda.
    Dan kulinernya itu lho... hmmm... yummy!
    Ayo jelajahi negara ASEAN lainnya ;)
    buat backpacker macam kita pasti maunya gak ngurus2 visa kan... hehehe...

    Salam Backpacker!
    -Cesc-
    Rotterdam

    BalasHapus
    Balasan
    1. couldn't agree more!

      Thailand always is amazed me, too.

      tapi berharap juga artikel ini nggak cuma membuatmu kangen sama Thailand, tapi juga membuatmu kangen sama aku (lho?) hehe

      thanks for visiting my blog :)

      Hapus
  3. ayo meluncur kesonoooo lagi.. wush..

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuk ah, kapan nih? hehe

      ciyee paspor baru ciyeeee

      Hapus
  4. Wih, thailand !
    Jd gak sabar pengen mengunjungi negara gajah putih...

    http://travellingaddict.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sawasde krab! :D

      artikel gratisan ke Thailand-nya bikin gue iri! haha

      Hapus
  5. Ah Chiang Mai. A nice city really. We ate great food, saw nice temples and enjoyed the vibe of the place!

    BalasHapus
    Balasan
    1. yep! i do love Chiang Mai...
      it's great to hear you having a great time there too :)

      Hapus
  6. My first thank you for the article photos on this site.
    my likes see it, however sorry I did not accidentally daydreaming here and I also did not know because what ...
    hopefully can inspire many people. success always

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks for visiting my blog.

      and very glad to know my article could attract you. thank you.
      or maybe you're in love with Chiang Mai just like i do? ;)

      Hapus
  7. Foto kepala naga nya mirip di vihara sukabumi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyakah? wah, jadi kepo saya! tapi yang foto dekat kepala naga nggak mirip naga juga kan ya? hehe

      terima kasih sudah mampir :)

      Hapus
  8. You are so lucky dude.
    I had never come to Thailand before
    I hope I will visit Thailand as soon as possible

    Greetings,
    http://travelshroom.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. yes, i send my prayer for you... or maybe we could travel there together? who knows? :)

      thanks for coming!

      Hapus
  9. Kayak gini kok cupu? Cupuan saya kali, Mas, hehehe.
    Jadi ingat punya draft postingan kayak gini juga. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaaaaaaa kakak senior mampir dan memberi komentar... *terharu :')

      masih cupu mas, masih belum bisa rajin posting artikel blog seperti mas Arif.
      mana mas, postingannya? nanti aku mampir blog Mas Arif deh, tapi aku paling suka yang edisi Mamacation-nya, hehe

      terima kasih sudah mampir...

      Hapus
  10. Py... gajah putih rek.. beh anak2 negara iki maennya LN semua e... sadam dl jg ke SG km THailand..hahahha aku kapan.. keren py...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kamu bisa kok, Fir. everybody does. yosh! :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain