Langsung ke konten utama

Birthday Getaway





Berawal dari chatting iseng itulah pada akhirnya sore itu aku berlari sekuat tenaga menuju stasiun Pasar Senen mengejar kereta yang akan membawaku menuju Semarang, meeting point kami. I was so excited! Aku akan kembali memulai sebuah perjalanan. Melepaskan diri dari penatnya rutinitas harianku…

***

11 Juli 2014
Keretaku melaju lambat saat memasuki stasiun Semarang Poncol. Ku tengok arlojiku, pukul 22.30, terlambat dua menit dari waktu kedatangan yang tertera di tiket. Begitu keluar stasiun aku berjalan mendekati warung tenda terdekat. Perutku mencak-mencak minta makan. Maklum tadi buka puasa ala kadarnya di dalam kereta.

Perut kenyang, kantuk datang. Bergegas aku menuju Hotel Olympic, penginapan yang seminggu sebelumnya sudah aku pesan melalui telepon. Ternyata dekat sekali dari stasiun. Kurang lebih lima menit ditempuh berjalan kaki. Setelah check-In, aku tak lantas merebahkan diri di kasur empuknya. Aku sempatkan mandi dahulu untuk menghilangkan bau kemiskinan yang timbul usai naik kereta ekonomi tadi. #plak

Sadam di depan hotel
Sedikit review, aku suka dengan hotel ini. Kalau kamu googling daftar penginapan murah di Semarang, kamu pasti akan menemukan nama Hotel Olympic ini. Twin bed room yang aku pesan tarifnya Rp230.000,00 per malam. Karena lagi ada promo jadilah aku cukup membayar Rp200.000,00 saja. Fasilitasnya apa saja? Dua Single bed dengan kamar mandi dalam dilengkapi TV dan AC plus breakfast included.




Pukul 02.49 Sadam menelponku dan sepuluh menit kemudian dia baru sampai penginapan. Tak berapa lama kami langsung asyik berbincang sambil tiduran di kasur masing-masing. Secara aku tinggal di Jakarta dan Sadam di Kediri, kami jarang ketemu. Jadilah kalau ketemu banyak cerita yang dibagi. Seperti sekarang ini :)

Knock..knock…

Room Service! Santap sahur sudah siap, silahkan menukarkan voucher makan Anda di restoran lantai dua.

Kemudian staf hotel mengetuk pintu memberitahukan waktu sahur.

sahur...sahur...


***
12 Juli 2014

BECAAAAAKKK!!!

Pukul 06.30 pagi itu, kami mengawali perjalanan kami dengan mengendarai becak menuju Kawasan Kota Lama Semarang. Rasanya tentram. Naik becak yang melaju lamat-lamat, semilir angin yang menghembuskan udara pagi dan sinar mentari yang hangat dan suasana kota yang masih sepi. Hm… *inhale…exhale…



“Aku pengen beli Lunpia”, Sadam berulang kali memberitahu keinginannya membeli oleh-oleh khas Semarang itu.

Setahuku yang terkenal itu Lunpia Gang Lombok. Nggak jauh dari Kota Lama. Bisa sekalian ke sana pikirku. Apalagi letak tokonya bersebelahan dengan komplek vihara Tae Kek Sie, mampir foto yuk!

Cheng Ho statue in front of Tae Kek Sie

Replika kapal Cheng Ho di depan Tae Kek Sie

dan...tokonya belum buka. kepagian.


Kemudian kami kesasar… Kalau dilihat dari GPS, posisi kami kurang lebih tiga kilometer dari Lawang Sewu. Tujuan kami berikutnya. Karena udah nanya sana-sini dan tidak mendapatkan jawaban pasti mengenai angkutan umum ke Lawang Sewu, akhirnya kami menyetop becak.

Lawang Sewu

***

Tengah hari kami menjejakkan kaki di Terminal Tirtonadi, Solo, usai menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan dari terminal Terboyo, Semarang. Sebenarnya nggak dari terminalnya sih kami berangkatnya. Mas-mas kondektur bis kota yang kami naiki dari kawasan Tugu Muda seberang Lawang Sewu tadi menyarankan kami untuk menunggu bus di persimpangan jalan sebelum masuk terminal Terboyo. Kami naik bus patas AC Safari/Taruna warna hijau mentereng. Cukup nyaman kok meskipun kalau sedang akhir pekan begini suka maksa ngangkut orang jadi ada penumpang yang berdiri :( -meskipun demikian Sadam tetap dengan mudahnya terlelap selama perjalanan. Aku cuma bisa cekikikan ngeliyat tubuhnya goyang-goyang terantuk bangku manakala bus melaju berkelok.

Kami berjalan cepat menuju terminal keberangkatan sebelah timur, tempat bus Rukun Sayur yang akan mengantarkan kami menuju terminal Karangpandan Karanganyar. Beda banget sama bis Taruna tadi, yang ini udah nggak beda jauh sama Metromini Jakarta! Sama-sama punya fasilitas sauna. Bedanya cuma di bangkunya 3-2.


Kurang lebih satu setengah jam kemudian kami sudah berada dalam bus kecil arah Tawangmangu dari terminal Karangpandan. Kami turun di pertigaan Nglorok, starting point naik ojek nanjak menuju Candi Sukuh. Iya, Candi Sukuh yang bentuknya menyerupai Piramida suku Maya itu loh... ada di dataran tinggi jajaran pegunungan perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah. Tanjakan awalnya sih masih logis. Mungkin sekitar 45-60 derajat tingkat kemiringan. Tapi ada tuh makin ke atas jalanan makin berkelok dan sudut tanjakannya makin curam. AAAAAAAAA Emaaaaaakkkkkkk!!!!! Ah, mungkin biasa aja lahya. Tapi percaya atau tidak, kami melewati itu semuanya BERTIGA. Tukang ojeknya maksa BONCENG TIGA naik MOTOR MATIC-nya buat NANJAK! GOKIIILLLL!!! -Wait...bonceng tiga, naik motor, hm... kok malah kesannya kayak tren cabe-cabean ya? :|



Dan di sinilah kami ...

Mayan's Pyramid?


***

Entah kenapa ya perjalanan pulang itu terasa lebih cepat daripada saat berangkat. Seperti sore itu. Pukul 17.15 kami telah kembali berada di terminal Tirtonadi. Bergegas kami memasuki ruang terminal keberangkatan sebelah barat yang melayani rute perjalanan bus-bus ke luar kota. Jogja adalah kota tujuan kami berikutnya.

Setelah menembus portal peron (dengan membayar retribusi tentunya), kami hanya berjalan lurus menyusuri ruang panjang itu. Kios-kios di belakang deretan bangku-bangku ruang tunggu di sebelah kiri dan jendela kaca besar-besar dengan pemandangan jalur-jalur keberangkatan di sebelah kanan. Bersih dan bangunannya yang masih baru mengingatkanku pada Terminal Bersepadu Selatan milik ibukota negara sebelah, Malaysia.

Langkah kami berhenti di depan sebuah papan digital yang menginformasikan jadwal keberangkatan bus. Rupanya bus yang ada di jalur tepat di balik jendela sebelah kanan kami itu adalah bus jurusan Jogja yang akan segera diberangkatkan. Kami berlari kecil masuk ke dalam bus Sumber Selamat itu.

***

JOGJAAAAA!!!

Biar asik, seru dan maksimal eksplor Jogjanya, aku saranin nyewa motor deh -atau kalo ramean ya rental mobil. Nah, aku mau merekomendasikan rental motor/mobil oke nih di Jogja. Kebetulan kemarin kami juga pake jasanya dia. TRANS MOJO namanya. Easy to book, Affordable price, Fast Response and Good Service. Gile murah banget sewa sepeda motor Rp60.000,00/24 jam. Armadanya masih oke lagi -keluaran tahun 2011 dan seterusnya. Recommended seller gan pokoknya. Kalo nggak percaya bisa kalian gugling deh review-nya. Hehe

19.45 Waktu Bawah Fly Over Janti

Begitu dapet motornya kami langsung meluncur ke House of Raminten. Kata Sadam sih ini tempat nongkrong paling hitz di Jogja. Masuknya aja ngantri waiting list. Konsep tempatnya pun unik. Selain ornamennya, para pelayannya pun 'Jawa' banget dandanannya meskipun aku ngeliyatnya jadi ngerasa rempong cyin~ mas-masnya pake bawahan balutan kain jarit, sendal selop, aduh... susah kan jalannya #salahfokus

Pas lagi nunggu makanan, Sadam membisikkan sesuatu. "Yang punya Raminten ini transgender loh..."

*glek

Selain kaget, aku langsung aja kebayang Didik Nini Towok (?)

"Dan konon kabarnya, pelayan-pelayan di sini juga 'begitu' loh...", Sadam menambahkan.

*tercengang*

Ah sudahlah... yang penting ini tempat recommended dan wajib dikunjungi kalo pas maen ke Jogja. Pancake duriannya murah bingit!!! Hihihi Menu-menu lain yang ditawarkan juga nggak kalah oke loh, tapi inget ya, jangan nawar mas-mas pelayannya (lah?)

Bubar di Raminten kami langsung menuju hotel. Udah ditelponin sama mbaknya haha overprotektif banget sih udah kayak operator seluler yang tiap hari SMS ngingetin beli pulsa :|

Cabin Hotel. AAAAAAAA pas check in di meja reseptionist jadi ngerasa di Cozy Corner Backpacker Hostel Singapore nih #sakkarepmu

Tau nih si Sadam diminta booking-in hotel dia malah terlampau gaul. Pesan lewat booking.com, pake jaminan kartu kredit, gitu-gitu. Padahal ada promo kalo check in  go show di sini kita bisa dapet potongan gedhe sekali. Tapi ya daripada kita nggak dapet kamar ya Je, mengingat itu pas akhir pekan, jadi ya i pushed him to book advance hehe

Kamarnya 2x3 meter -iya, segitu, sempit ya? tapi oke kok, spring bed -single yang bawahnya bisa ditarik jadi double(?), ada TV, kipas angin, AC central, dan disediakan dua botol air mineral serta dua pop mie GRATIS. Shared bathroom tapi bersih dan cukup mengakomodasi (3 kamar mandi tiap lantai). Lokasinya? 'Belakang Malioboro' deketan sama Ibis Style jalan Gandekan Lor ujung jalan Dagen, 5 menit berjalan kaki ke Malioboro. Cukup bayar Rp150.000,00 saja. Yeay!

credit to @fsadam

credit to @fsadam

credit to @fsadam

Abis mandi, sayang kalau langsung tidur. Biarpun udah jam 10 malem kami malah sibuk ngubeg-ngubeg Nol Kilometer Jogja terus 'ngangkring' di dekat stasiun Tugu. Makan nasi kucing sama ngopi Joss!!! Warung Angkringan Pak Agus.

Kawasan Nol Kilometer Jogja

Nasi Kucing sama Kopi Joss Angkringan


Menjelang tengah malam kami kembali ke hotel. Besok harus bangun pagi-pagi buta, menuju destinasi kami sebenarnya. Hihihi iya, sebenernya mah Jogja bukan tujuan utama. Kami ingin melihat matahari terbit di... Punthuk Setumbu, Magelang.

Karena udah tepar kami langsung terjun bebas di kasur. Baru juga ngobrol bentaran terus balik badan, itu Sadam udah ngorok aja. Huhuhu Aku masih bertahan untuk bangun. Bentar lagi jam dua belas malam. Aku buka ponsel pintarku, aku buka aplikasi lilin virtual dan mulai merapal doa, mengucap permohonan lalu meniupnya... Selamat Ulang Tahun... :') -so damn pathetic, isn't it? don't try this at home. trust me.
So, now you know why i named it Birthday Getaway right?

***

13 Juli 2014

Jam tiga pagi kami sudah meluncur menuju Magelang. Sedikit buta arah aku menjadi navigator bermodal aplikasi Gmaps di belakang, sementara Sadam ambil kendali motor di depan. Belum sempat sahur pas berangkat tadi, jadilah kami mampir Circle K bentar buat beli ganjel perut -terus si mbak-mbak aplikasi Gmaps nya marah-marah ngasih tahu kalo kami salah arah *matiin hape*

Perjalanan cukup lancar. Sepi. Dingin. Beruntung Dhika, teman Sadam yang kebetulan bertempat tinggal di Sleman, sudah menunggu kami di sana. Jadilah perjalanan Sleman-Magelang dia yang memimpin di depan secara yang udah tahu jalan.

Pas Subuh pas nyampe Setumbu. Katanya sih di atas ada tempat sholat sama toilet. Kami pun langsung trekking ke atas selama kurang lebih 15 menit. Jadi sebelum nongkrongin matahari terbit, bisa sholat Subuh dulu di surau kecilnya. Subhanallah... :')

Semua berkumpul di tanah yang tak begitu lapang di puncak bukit ini. Menghadap ke arah matahari terbit. Kami menunggu momentum itu. Tapi... sekian lama menunggu.... Sang Surya tak kunjung menampakkan pesona paginya. Mendung :| Aku pribadi sedikit menyayangkan cuaca pagi ini. Kebetulan hari itu banyak banget wisatawan manca negara yang datang berkunjung -wisatawan lokalnya dikit banget cuy. Mereka jadi tidak bisa menyaksikan momen nirvana golden sun rise dari Punthuk Setumbu.

view from Punthuk Setumbu -edited multi filter hehe


Kami masih terus bertahan ketika hari beranjak siang, berharap mendapat pemandangan indah. Sebaliknya, hujan turun dan kami malah terjebak hujan. Bosan menunggu ketidakpastian kapan ini semua berakhir kami pun nekad turun bukit hujan-hujan licin-licin berlumpur :( Pokoknya rasanya itu...kangen kasur.

Jadilah Sadam memacu motor kami sekuat tenaga supaya lekas sampai Jogja. Beberapa kali kami berhenti untuk pakai-lepas mantel (karena hujannya juga labil). Tapi sebenernya di sela-sela istirahat kami itu, Sadam berusaha untuk mendapatkan kesadaran maksimalnya. Dia mengantuk parah. Bahaya kan ngantuk-ngantuk motoran.

"Sini Je, aku gantiin aja bawa motornya", tawarku.
"Nggak pa-pa aku aja, takutnya kalo aku yang dibonceng malah aku yang ketiduran di belakang", balasnya. "Kalau ngantuk, kita berhenti aja nanti, istirahat bentar", lanjutnya.
"Hm, okelah..."

Lepas Sleman aku dan Sadam melaju sendiri ke Jogja. Dhika pulang ke rumahnya. Sebenernya diajak mampir, tapi udah ngantuk, jadi mending cepet-cepet ke Jogja aja biar segera mendaratkan diri di kasur. Dan benar saja, begitu sampai sepagian itu kami akhirnya tidur sampai jam dua belas siang!!!

***

Bangun Tidur - mandi - check out - and we're ready to wander around Jogja!!!!!



takjilnya Uncle Ice Cream Singapura :')

Buka Puasanya nyobain Thai resto baru di Malioboro Mal


Dari mengunjungi Taman Sari, Berburu Bakpia Kurnia Sari sampe ngegaul di Malioboro tentunya... ya pokoknya keliling Jogja deh, ngabisin bensin motor yang nggak abis-abis -soalnya nanti bubar maghrib harus dibalikin ke Trans Mojonya :')

***

Alhamdulillah, pada akhirnya perjalanan ini dapat kami selesaikan. Pukul 19.35 keretaku beranjak pergi meninggalkan stasiun Tugu Jogjakarta menuju Jakarta. Sementara Sadam masih harus menunggu sekitar satu jam lagi keberangkatan kereta yang akan membawanya kembali ke Kediri -tapi malah Sadam yang nyampe rumah duluan :|

Terima kasih, bro... perjalanan super kilat dengan jadwal yang ketat! Hahaha Ya, ini menjadi hadiah ulang tahun yang menyenangkan bagiku.




PS: bagian paling menyenangkan selain selfie goleran di atas rumput dari perjalanan ini adalah ketika kita ngobrol ngalor-ngidul ngebahas apa aja padahal mata ngantuk dan badan lelah bahkan sebelum perjalanan ini kita mula.

Eniwei, Sadam nggak jadi beli Lunpia deh buat oleh-olehnya... hohoho nanti getaway lagi aja ke sana, terus borong dah tuh lunpianya ;)

Komentar

  1. pssstt.. baca postingannya sambil guling2, hahaha (untung smw udh pada balik).. lol bgt hep..
    yoi.. pokok hidup lunpia.. hidup!!! :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. waduh, parah nih baca artikelku sambil guling-guling, ini guling-guling karena pengen lunpia? hehe

      Hapus
  2. itu di mana yg ada jualan es krim Singapore di Jogja, lucu banget bungkusannya, di Jakarta sama Bintaro sempet rame bener kan tuh yg jualan es krim Singapore itu :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. di Malioboro Mal, lantai berapa ya? lupa hahaha booth kecil gitu aja tempat jualannya.

      iya-iya, masih happening juga kok Uncle ice cream Sporenya di mana-mana, sukaaa :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain