Langsung ke konten utama

(alasan tersembunyi) Mendaki Gunung Semeru 3.676 mdpl

Pernah nggak sih kelupaan sama hari ulang tahun sendiri? Kemungkinan itu tergantung bagaimana setiap orang menyikapi atau memaknai hari ulang tahunnya. Bagi sebagian orang, hari ulang tahun merupakan momen spesial yang paling ditunggu-tunggu sepanjang tahun. Bagi gue, hari ulang tahun sebagai momentum introspeksi dan perbaikan diri, apa yang udah gue jalani selama ini dan apa yang perlu gue lakukan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi ke depannya. Umur mungkin hanya sebuah angka, tapi introspeksi dan perbaikan diri nggak harus nunggu ulang tahun dong. Gue pun jadi berpikir, bagaimana kalau gue (pura-pura) lupa sama ulang tahun sendiri, apakah gue bakal tetap berkontemplasi atas diri atau hanya akan menjalani hari tanpa hal berarti?
Eh, mau ikut naik Semeru nggak?”, ajakan yang menarik dari seorang kawan.

Kapan? Berapa lama?”, gue balik tanya.

Seminggu setelah lebaran kita berangkat, empat hari tiga malam”, deg! Wah, ngelewatin hari ulang tahun gue tuh.

Oke, gue ikut”, gue pikir dengan menyibukkan diri dengan mendaki gunung bisa bikin lupa sama hari ulang tahun, jadi kenapa tidak? Lagian di gunung kan gue bisa dapat pengalaman dan ketenangan, cocok buat kontemplasi diri.


Gue pun bersemangat mempersiapkan diri. Secara mendaki Semeru menjadi salah satu cita-cita sejak lama, jadi gue pengen bisa menjalani pendakian ini dengan sebaik-baiknya. Mulai rajin lari pagi, kalau enggak ya sore hari. Masuk libur puasa, sebagai ganti latihan staminanya gue bersepeda. Setiap waktu bersemangat berdiskusi dengan kawan-kawan membahas persiapan dan eksekusi pendakian via grup chat sambil mengumpulkan printilan alat yang diperlukan.


12 JULI 2016


Ranu Pani. Dari sini perjalanan kami dimulai. Terkait masalah perizinan mendaki, mengisi formulir dengan melampirkan copy KTP dan surat sehat. Satu orang ditunjuk sebagai ketua rombongan yang akan menandatangani surat pernyataan di atas materai. Barang bawaan juga akan didata untuk memperkirakan jumlah sampah yang harus dibawa turun. Terkait pembayaran retribusi masuk sebesar 17.500/orang per hari.
Ranu Pani | dok. pribadi
Setelah tuntas masalah administrasi, semua pendaki dikumpulkan dalam aula tak begitu luas untuk diberikan briefing. Ini merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan, terkait menjaga kebersihan sekitar selama pendakian, apa yang boleh apa yang dilarang, bagaimana menjaga sikap, dan info gambaran jalur pendakian agar tidak sampai kesasar.
Sebelum naik, kami sempatkan sholat dan makan di sini. Tersedia toilet umum juga. Kalo ada peralatan yang kurang, ada toko outdoor yang cukup lengkap pula.


Super excited to start! 

Jangan lupa pemanasan dulu sebelum memulai pendakian, ya! 



the troops | dok. pribadi

Ini pasukan kami. Berlima selalu bersama. Pasukan semakin lengkap dengan kehadiran seorang porter kami yang dengan senang hati membantu kami memikul tenda, bahan makan, dan peralatan masak. Jalannya sungguh cepat, melesat jauh di depan. Memang, kami menggunakan jasa porter untuk tag tempat mendirikan tenda dan memasak selain untuk membawakan peralatan kelompok yang berat. Kami tetap menggendong keril masing-masing, membawa perlengkapan pribadi dan barang kelompok lainnya yang dibagi berlima. Berjalan sewajarnya, beristirahat secukupnya. Sesekali menekan shutter kamera, membingkai pemandangan indah di sepanjang jalur pendakian. Udaranya sejuk, rehidrasi cukup dengan menenggak air beberapa teguk.
Mahameru menyapa di kejauhan | dok pribadi
Dan ketika peluh belum sempat terusap, yang di depan mata membuat lelah menguap. Mahameru menyapa di sebuah belokan, sebelum pos 2 jalur pendakian. Langkah kami kembali terkuatkan, perjalanan dituntaskan. Lewat pos 3 merangkul lelah, menghalau napas yang terengah. Angin gunung membelai lembut, meniup kabut, petang bersambut. Dan menjelang petang sekilas bayang air di balik belukar itu terlihat, "Ranu Kumbolo!", pekik memacu semangat. Dalam gelap gotong royong membangun tenda, menyesap hangat yang tercipta. Dingin yang menghangatkan. 

13 JULI 2016 

Lepas subuh ku tahan kantuk, gelap tersibak fajar menyingsing. Pasang kupluk dingin tertunduk, keluar tenda sambut mentari tergelincir. Nyatanya pendaki lain berlaku sama, bergerak ke bibir telaga menghangat suasana. Ranu Kumbolo dan Tanjakan Cinta, yang jomblo mendoa kisah kasihnya 😄.

Kami melanjutkan pendakian ketika hari beranjak siang. Mas Danny, porter kami, berada di barisan depan memikul tenda dan alat masak. Kami pun mengekor di belakangnya. Begitu meninggalkan camping ground Ranu Kumbolo, kami langsung dihadapkan pada jalur menanjak dengan kemiringan sekitar 40 derajat. Tanjakan dengan mitosnya yang terkenal,"barang siapa yang bisa terus berjalan tanpa henti dan tanpa menengok ke belakang sampai di atas bukit, sambil membayangkan orang terkasih, akan hidup bahagia bersamanya".
Ranu Kumbolo dan Tanjakan Cinta | dok. pribadi
Bisa dipastikan banyak pendaki yang termotivasi terhadap mitos tersebut. Sisi positifnya ya kita bisa melewati tanjakan ini dengan lebih semangat, meskipun napas ngos ngosan, ingatlah untuk tetap maju ke depan! 😄 Semangat! 

Tips: Kalau sudah sampai atas, sempetin nengok ke belakang ya.

Berbeda dari perjalanan Ranu Pani ke Ranu Kumbolo yang didominasi jalanan setapak, jalur Ranu Kumbolo menuju Kalimati melintasi banyak spot menarik. Ketika tanjakan cinta terlewati, padang rumput Oro Oro Ombo menanti. Pendakian bisa lebih santai lebih dinikmati, berhenti sebentar mengambil gambar.
passing the Oro-Oro Ombo | dok. pribadi
Lewat tengah hari kami akhirnya sampai di Kalimati, tempat camp akhir kami sebelum summit ke puncak. Udaranya super sejuk! meski matahari di atas kepala. Kalimati serupa Alun Alun Surya Kencana nya gunung Gede, tanah lapang berumput dengan padang edelweis yang melingkupi. Segera kami dirikan tenda, memasak air membuat minuman hangat usai melaksanakan sholat. 
Salah satu keuntungan menggunakan jasa porter adalah ketika kami sampai, porter yang jalannya super cepat bisa tag tempat lebih dulu, bahkan sudah mencarikan pasokan air dari Sumber Mani, mata air terdekat dari Kalimati dengan waktu tempuh satu jam perjalanan pergi pulang. Sangat membantu. 
Kami sedang asyik bergurau sambil menikmati hammock yang kami pasang di pohon sebelah, ketika rintik hujan akhirnya memboyong kami masuk ke dalam tenda, bercengkerama bersama sembari menyesap minuman hangat kami ditemani biskuit dan kurma. Selanjutnya porter memimpin acara masak memasak, @alfianmaruf membantu memotong sayur, mencincang bawang yang dikupas @ruddin.sy sementara saya dan @rzhmda megang kamera mengabadikannya. @hibatulramadhan berdoa, lalu kami nangis bersama. Bukan terharu, tapi karena bawang yang dicincang 😂. Rintik hujan di luar meneduhkan kehangatan tenda. Makan kenyang, lanjut tidur saat petang bertandang. 

TIPS!
1. segera tidur untuk menghimpun tenaga karena tengah malam harus bangun berangkat summit.

2. bercanda sewajarnya agar tidak mengganggu pendaki lain 😁

3. saat sampai Kalimati tenggorokan saya mulai sakit. kemungkinan karena kelelahan dan makan banyak semangka saat break di Cemoro Kandang & Jambangan, khilaf 🙈. 

Pukul 11 malam.
Kami sudah bangun. Mas Danny menyalakan kompor memasak "sarapan" untuk kami. Sambil menunggu, kami sholat dan berkemas mempersiapkan peralatan summit dan memasukkan bekal secukupnya ke dalam daypack masing-masing. Di tengah riuhnya membereskan ini itu, @alfianmaruf memastikan tidak ikut summit (untung sudah pernah menyambangi mahameru sebelumnya). Mau istirahat saja katanya. Mau bikinin nutrijel pelepas dahaga untuk kita (waktu turun nanti). Mas Danny juga tinggal di tenda, memasak untuk santap sepulang muncak. "Tetap bersama, ya", pesannya. 
Usai melahap mie telor hangat, saya sempatkan makan kurma dua biji sebagai energy booster karena jalur pendakian ke puncak dari Kalimati terus menanjak. 

14 JULI 2016 

Pukul 12.10 dini hari. 
Pemanasan dan berdoa, kami meninggalkan tenda diantar @alfianmaruf dan mas Danny. Bergabung dengan barisan pendaki lain yang sudah lebih dulu memulai summit. 
Apa aja yang perlu kita bawa summit? Ini nggak harus saklek begini sih, tapi mana tahu bisa jadi bahan contekan/referensi :) 
Isi daypack:

- air mineral secukupnya

- snack coklat/madu/kurma

- kain sarung

Opsional:

- oxycan

- minyak kayu putih/minyak urut/minyak penghangat lainnya

- alas sholat

- kamera

- tripod

- termos berisi teh/coklat hangat. 
Intinya bawa seperlunya secukupnya semampunya. Udaranya dingin banget di atas, sampe minyak urut jadi beku, coklat hangat dalam termos jadi hilang hangatnya.
Perlengkapan pribadi yang nempel di badan:

- base layer

- kaos/baju berlapis

- jaket gunung (dalemnya polar)

- kupluk

- sarung tangan

- buff

- head lamp

- kaos kaki

- sepatu gunung

- gaiter

- trekking poles 
Pastikan menggunakan gaiter kaki dan trekking poles kanan kiri. Akan sangat membantu kita di lepas batas vegetasi medan berpasir, berbatu, & berkerikil. Keduanya untuk meminimalisasi pasir masuk sepatu dan posisi kita nggak melorot banyak. 
Kalo ngantuk jangan tidur. Kalo capek nepi di tempat aman sekira tidak mengganggu/membahayakan diri sendiri maupun pendaki lain. 
Selalu waspada! Rawan longsoran batu, perhatikan sekitar. 
Tetap semangat dan berdoa. 

Sejak dari Kalimati aku hanya mengekor rombongan. Sempat berhenti untuk membenarkan posisi gaiter di sekitar Arcapada. Di sini terjadi longsoran, sehingga tak mengenali Arcapada sejak awal. Batu nisan memorial dan sempat melihat satu tenda di balik pohonan sebagai penanda. Mendekati batas vegetasi, dapat ditandai dengan jalur setapak dengan jurang di kiri kanan. Memasuki cadas, trek terjal berpasir. Mengikuti cahaya head lamp pendaki lain yang mendaki lebih dulu. Dari bawah, cahaya cahaya itu membentuk barisan ke arah puncak. Yang bisa ku lakukan adalah tetap berjalan, dibantu dengan trekking poles di kiri kanan. Menancapkannya ke pasir, menopang badan melangkah ke depan. fokus di pikiran, menjaga kebersamaan. Berempat tak boleh ketinggalan. Jalurnya yang curam memaksa kaki menjejak lebar, trekking poles menancap dalam. Kadar oksigen yang menipis membuat napas tersengal. Kalau sudah begitu tak malu aku berteriak "break" bila ada tempat beristirahat yang cukup aman dari ancaman longsoran. Sempat dilanda kantuk luar biasa sementara puncak yang dituju tak nampak juga. I had to keep awake! berserah dan terus melangkah. Sampai akhirnya ketika menjejak di ruang yang luas mendatar. 

pekat malam bak panggung orkestrasi bintang bintang.

begitu nyata cahayanya, begitu dekat meraihnya.

bumi pun bercahaya, terhampar lampu kota di bawah sana.

titik titik cahaya mengular di punggung puncak para dewa.

aku sedang bergulat dengan diriku. lemahku, ketakutanku.

ketinggian dan dingin seperti sihir. tak mudah memijak kerikil dan pasir.

empat selalu bersama. satu rehat yang lainnya juga. tak perlu berlama, kembali menjejak segera.

terus maju, itu yang ku tahu. merapal doa dalam kalbu. pada gelap di balik batu, ku bertemu Mahameru.
sunrise! dok. pribadi
Alhamdulillah | dok. pribadi
Pukul 03.50 dini hari.
Rasanya tak percaya. We made it! Kami telah sampai di puncak. Seorang pendaki sujud syukur di antara bebatuan, pendaki yang lain mengumandangkan takbir di bawah merah putih yang berkibar. And i just got emotional. Hidung yang udah beler sejak pendakian, sekarang air mata tak kuasa ditahan. Haru yang mendalam, tak tergambarkan. Alhamdulillah... segala puji bagi Tuhan atas kesempatan yang diberikan 🙇. 
Karena hari masih gelap dan dingin yang luar biasa, kami turun lagi bergelung dalam sarung berlindung di balik bebatuan di bibir puncak menanti fajar. Dan ketika remang fajar menggurat angkasa, menebar hangat memeluk jiwa. Bersama pendaki lainnya menikmati indah panorama. Pagi di puncak para dewa. 

blrrrr...

.

.

. 
Awalnya nggak ngeh itu suara apa. Lagi menikmati matahari terbit kok tiba tiba para pendaki berlarian ke suatu arah. Ada apa, pikirku. Pas nengok, MASYA ALLAH... sepersekian detik berikutnya langsung ikutan lari juga ke arah kawah 😂 Jepret sekenanya dan voila! Here it is, the famous Jonggring Saloka of Mahameru.
@rzhmda with the Jonggring Saloka | dok. pribadi
Sebelum matahari semakin tinggi kami segera turun balik ke Kalimati. Selambat-lambatnya pukul 09.00 para pendaki dihimbau untuk turun dari Puncak Mahameru. Karena pertimbangan perubahan arah hembusan angin dapat membawa asap belerang yang membahayakan pendaki. 
Pukul 09.40 
Selamat makan! | dok. pribadi
Kami sudah kembali berada di tenda. Tanpa berlama, segera membantu mempersiapkan makanan. Having a brunch after summit. Good food, good mood. 
Siangnya kami kembali berjalan menuju Ranu Kumbolo. Tambah semalam lagi menginap di sana. 

“Besok pulang mau lewat jalur berbeda? Lewat Ayek-Ayek” 

15 JULI 2016
@hibatulramadhan, mas Danny, @rzhmda, @ruddin.sy, me, @alfianmaruf | dok. pribadi
Pagi itu rasanya menyenangkan. Hati bersuka cita melintasi luas padang sabana Ayek-Ayek. Sesekali berjalan sambil bernyanyi bersahutan. Bahagia. Meski judulnya turun gunung, tapi trek yang kami lalui setelah padang sabana itu terus menanjak! Langkah pun mulai melambat. Akhirnya kami terpisah jauh dengan porter kami yang melesat di depan. Kami berjalan dalam diam. Sepi. Tak ada rombongan pendaki lain yang lewat sini. Sekalinya papasan sama rombongan porter, eh, kami dimarahin. Jadi ternyata jalur Ayek-Ayek ini sebenarnya jalur tidak resmi. Hanya penduduk lokal yang biasanya menggunakan jalur ini. Walah! Kami tidak pernah tahu tentang hal tersebut sebelumnya. Sisa perjalanan kami lanjutkan dengan perasaan was-was. Kami harus segera menyusul porter kami. Meski engap-engapan melangkah tapi kami tak boleh lengah. Sampai akhirnya di ujung tanjakan kami bertemu kembali dengan porter kami. Pfiuh ~ 
Setelah itu trek menurun sampai masuk kawasan perladangan desa Ranu Pani. Lega rasanya. Melihat hijau perkebunan dan tulus senyum selintas petani yang berladang, sapa hangat setelah perjalanan panjang.
Pangonan Cilik*, Jalur Ayek-Ayek | dok. pribadi
Terlepas dari pengalaman pendakian Gunung Semeru ini, gue bersyukur banget bisa melewatkan momen pertambahan umur di gunung. Gue bahkan lupa kalau berulang tahun. Nggak lupa sama sekali sih, hanya saja nggak seperti biasanya yang pasti kebangun tengah malam menyambut pergantian hari, lalu mantengin ponsel bacain notifikasi pesan masuk berisi doa dan ucapan. Di gunung boro-boro bangun tengah malam. Capek mendaki seharian bikin gue tidur nyenyak! Pas paginya bangun juga gue lupa kalau hari itu gue ulang tahun. Secara ponsel nggak dapet sinyal juga, jadi kan nggak ada pesan ucapan yang mengingatkan. 
Ketika akhirnya gue menyadari hari itu gue berulang tahun, gue bisa memaknainya secara lebih personal dengan melihat keberadaan gue di gunung saat itu. Gue lebih tenang tanpa dibayangi fakta bahwa gue bertambah tua. Gue bisa berkontemplasi melihat diri sendiri, apa yang sudah gue lewati dan bagaimana gue akan menjalani kehidupan ini nanti. Seperti dalam pendakian ini, gue belajar untuk berbagi, menahan ego diri, saling bantu dan mendukung koordinasi demi suksesnya perjalanan hingga selamat kembali pulang. Layaknya hidup bukan melulu soal diri kita sendiri. Dan apalah arti hidup tanpa doa-doa yag menyertai.
Selamat mengulang tahun :)


happy me | dok. pribadi


===

*Namanya Pangonan Cilik, sebuah padang rumput yang luas 'di belakang' Ranu Kumbolo, jalur (gunung) Ayek-Ayek. Bolehlah mampir sini kalo nge-camp di Ranu Kumbolo. Pemandangannya bagus banget. Sayangnya, para pendaki tidak disarankan untuk mengambil jalur pendakian via Ayek Ayek karena medannya yang cukup curam. Jadi, mengunjungi Pangonan Cilik-nya boleh karena dekat Ranu Kumbolo, tapi kalo mau ambil jalur trekking dari dan/atau ke Ranu Kumbolo-Ranu Pani lewat Ayek-Ayek, tidak direkomendasikan. Utamakan keselamatan, ya.
===


Komentar

  1. Semeru emang pesonanya gak pernah abis.. dijalani dan dibayangi dan diceritakan.. semangat..semangat.. (diri sendiri)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain