Langsung ke konten utama

Backpacking Thailand: Sawasdee Khrap (hello!)

Prolog:

"...saat ini kita sedang berada pada ketinggian 36.000 kaki atau 11.000 meter di atas permukaan laut dan melaju pada kecepatan 300km/jam..."

Begitulah informasi yang disampaikan kapten pesawat melalui pengeras suara. Sambil menikmati pemandangan senja yang menjelang dari balik jendela, sungguh tak percaya rasanya bahwa saat ini saya berada dalam penerbangan dari Jakarta menuju Phuket, Thailand.

==========================================================================

Where to go:
THAILAND

                                                            sumber: lonelyplanet.com

Why?


  1. Ketika demam Korean Pop melanda dunia, saya justru telah jatuh hati pada Negera Monarki Konstitusional yang satu ini. Saya mengagumi kultur dan budayanya.
  2. Thailand merupakan salah satu alternatif negara tujuan untuk backpacking, mengingat biaya hidup dan akomodasinya yang murah.
  3. Thailand memberikan refleksi tradisionalitas dan modernisasi yang dapat hidup berdampingan.

What to prepare?

  1. Mengenal lebih dekat negara tujuan dengan menghimpun beragam informasi dari berbagai sumber baik internet ataupun buku traveling seperti bukunya Om Ariyanto dan Bang Hairun (terima kasih atas atensi dan waktunya membantu kami dalam penyusunan itinerary)
  2. Passport, sebagai identitas kita yang berlaku secara internasional.  Ayo datangi kantor imigrasi, apply passport, dan kumpulkan stempel sebanyak-banyaknya #eh #salahmotivasi | Salah satu hal yang membuat saya bahagia ketika melihat stempel imigrasi negara pertama saya adalah Thailand di tanggal 29 Februari yang datang tiap 4 tahun sekali #norak
  3. Mencari teman! Sebenarnya tidak ada yang salah sebagai independent traveler karena nantinya juga bakalan nemu teman-teman baru di jalan. Namun saya belum siap kalau harus jalan sendiri. Hehe Paling tidak, ada teman yang senasib sepenanggungan :)
  4. Berburu tiket promo! Sebenarnya tiket saya kala itu bukan harga promo, tapi Alhamdulillah bisa  memperoleh harga yang cukup murah. Lebih mudahnya sih sangat disarankan untuk subscribe email dari berbagai maskapai penerbangan dan rajin cek emailnya.
  5. Membuat itinerary (rencana perjalanan) dan penganggarannya. Tidak perlu mendetail sih, hanya saja semakin matang suatu perencanaan kan pasti lebih OK! Sebagai catatan, harga yang diinformasikan dari berbagai sumber belum tentu sama persis, bisa jauh lebih murah atau sebaliknya menjadi lebih mahal. Dan salah satu nilai lebih dari 'mbolang' begini adalah fleksibilitas kita dalam mengatur perjalanan.
  6. Tukarkanlah rupiah Anda di Indonesia saja, karena jika ditukar di negara tujuan nilai tukar rupiah dihargai jauh lebih kecil. Atau alternatif lainnya, Anda dapat menukarkan rupiah Anda ke dalam Dollar Amerika yang nilai kursnya lebih stabil untuk ditukar di negara tujuan Anda. Untuk informasi, penukaran Baht di sini cukup susah untuk memperoleh pecahan uang Baht yang lebih kecil. Saran saya, Anda dapat melakukan tarik tunai melalui ATM di Thailand dengan catatan kartu debit Anda mempunyai logo Visa. Namun teman saya pengguna kartu debit dengan logo Visa sebuah bank dengan embel-embel 'syariah' dibelakangnya tidak bisa tarik tunai.
  7. Packing! -what to bring? Tentu bergantung pada kebutuhan masing-masing individu. Secara umum yang perlu di bawa dan pasti berguna di antaranya adalah steker (colokan cabang tiga) karena paling tidak Anda akan mencolokkan charger baterai ponsel dan kamera Anda ke sumber listrik untuk 'pemulihan energi'; Abon, makanan yang satu ini akan sangat membantu kita sebagai sumber tenaga  mengingat makanan lokal setempat belum tentu cocok dengan lidah dan perut kita, terlebih lagi jika negara tujuan kita minim makanan halal; dan yang pasti tinggalkan barang-barang yang tidak begitu mendesak untuk dibawa atau bisa diusahakan untuk beli di negara tujuan karena nantinya hanya akan memberatkan backpack kita dan kita masih harus memikirkan batas minimum berat bagasi yang diperbolehkan masuk kabin -akan lumayan menghemat kalau kita tidak membeli bagasi. Begitupun yang saya alami kemarin, karena penerbangan sewaktu berangkat ke Thailand kami tidak membeli bagasi, akhirnya saya mengurangi beban ransel saya dengan hanya membawa lima baju dan berencana beli baju di sana untuk menyambung sisa tiga hari perjalanan kami.
  8. Terakhir, ya persiapkan fisik juga mental untuk petualangan baru dan seru yang menanti Anda ;)
29 Februari 2012

Sekitar pukul 19.50 waktu setempat, pesawat kami telah mendarat di Bandara Internasional Phuket. Saya dan Indra bergegas mengambil backpack kami dari dalam bagasi kabin dan mempercepat langkah kami menuju imigrasi kedatangan. Kami harus mengejar airport shuttle terakhir yang diberangkatkan pukul 20.45 tujuan Phuket Town.



Selesai dengan urusan imigrasi, Indra mengingatkan saya untuk mengambil free map yang disediakan di rak-rak sebelah kiri begitu keluar dari immigration counter.  Kalaplah saya mengambil beberapa paket free map yang juga disisipi beberapa brosur pariwisata yang cukup beragam, dari promo resort sampai segebok discount vouchers untuk belanja di salah satu pusat perbelanjaan di Phuket. -langsung kebayang cewe shoppaholic yang histeris

Sesuatu hal menarik perhatian kami. Banyak orang berkerumun di sebuah booth kecil. Kami pun berjalan mendekat. Rupanya ini adalah booth salah satu provider jaringan telekomunikasi Thailand, True Move. Anda bisa mengambil  starter pack untuk simcard dengan nomor lokal Thailand secara cuma-cuma yang nanti bisa Anda isi pulsanya di jaringan 7-eleven. Dua mbak-mbak Thai yang cukup OK berbahasa Inggrisnya melayani dengan sabar para pelanggan yang ingin nomornya langsung diaktivasi dan terisi pulsa sehingga tinggal pakai saja. Sementara saya meminta Indra untuk mencari tahu lebih lanjut bagaimana prosedur aktivasinya, saya berjalan ke meja informasi terdekat untuk menanyakan tempat di mana airport shuttle-nya biasa mangkal.

"Excuse me, where can i find the airport shuttle bus?" Saya pun langsung melontarkan pertanyaan begitu sampai di meja informasi tersebut. Dua ibu-ibu di balik meja informasi itu saling berpandangan seolah mengekspresikan,"Mampus, bahasa Inggris!". Lalu mereka sedikit berdialog dalam bahasa Thai dan kemudian memberi tahu saya dengan bahasa Inggris terbata-bata yang intinya, "Ini lurus aja, keluar, terus belok kiri". "What time the last bus will be departed?" Saya bertanya lebih lanjut. Ibu-ibu itu dengan semangat menjawab dalam Bahasa Inggris yang lebih lancar,"Iya benar, lurus aja belok kiri" #lost-in-translation #roaming

Starterpack True Move simcard

Saya kembali menghampiri Indra yang hilang di antara kerumunan kios True Move tadi. Rupanya dia tengah mendaftar aktivasi Blackberry service. Untuk aktivasi di tempat, Anda akan diberikan starter pack yang sudah diaktivasi sebelumnya sehingga Anda tinggal mengisi ulang pulsanya dengan pilihan nominal 50-200 Baht. Indra memilih paket BB 150 Baht dengan masa aktif seminggu sedang saya dengan ponsel butut mengambil aktivasi nomor biasa dengan nominal pulsa yang sama.

Usai bergelut di tengah kerumunan itu kami berlari kecil ke arah pintu keluar, berbelok ke kiri sebagaimana petunjuk dari ibu-ibu informasi yang tadi. Swing.. Wusss.... Kami celingukan mencari di mana shuttle-nya sebelum akhirnya memutuskan untuk menunggu di bawah papan petunjuk pemberhentian airport shuttle bus karena begitu melihat jam tangan ternyata masih sekitar 15 menit menuju pukul 20.45. Tak berapa lama, di kejauhan seorang pemuda melambai tangan ke arah kami dan menunjuk ke arah bus warna kuning di sudut lain parkiran itu. Rupanya kami penumpang pertama malam itu. Kami duduk menunggu di dalam bangku shuttle bus tersebut. Sementara pemuda yang ternyata kenek/kondektur bus ini masih berusaha mencari penumpang yang lain. Sambil mengisi waktu, kami mulai sibuk memainkan ponsel kami masing-masing. Saya pun iseng mencoba membuka aplikasi browser di ponsel saya dan mulai browsing. Wuiiiihhhhhh internetnya ngebut, euy! Tak lupa saya mengirimkan kabar kepada Ayah saya melalui pesan singkat.

to: +62857xxx
Pak, maaf tadi tidak bisa mengangkat telepon karena sedang dalam perjalanan. Ini saya sedang liburan ke luar pulau sama teman kuliah. Nomor saya tidak dapat menangkap signal sehingga susah dihubungi.
*terlalu baku ya bahasa SMS saya? hehe Memang komunikasi saya dan orang tua biasanya menggunakan bahasa Jawa Krama dan kurang lebih begitulah terjemahannya.
*backpacking saya kali ini memang saya rencanakan secara mandiri dan pribadi. tidak banyak teman yang tahu dan bahkan saya tidak menceritakannya atau sekadar berpamitan kepada orang tua saya -don't try this at home

Anehnya, kalau tadi seluncuran di dunia maya begitu kencang speed-nya, lha ini baik SMS ataupun BBM Indra malah pending belum terkirim-kirim juga. Masih newbie kali ya? hihi Tapi untuk waktu selanjutnya nyaris nggak ada masalah kok dalam layanan operator seluler ini.

20.45
"Wow, only two people? Yawes, yok kita come on!" Begitulah kalimat yang terucap oleh sopir bus yang mulai bersiap di belakang kemudi. Praktis, dalam bus itu hanya ada kami berdua, sopir dan pemuda yang menjadi keneknya. Seperti tak patah arang, pak sopir masih saja berputar-putar di sekitaran bandara untuk mencari penumpang. Sayang, hasilnya nihil. Lha, para penumpang lain yang satu pesawat dengan saya tadi ke mana dong? Entah mereka tidak tahu adanya layanan ini atau mereka berpikir kalau sudah ketinggalan shuttle bus keberangkatan terakhir sehingga mereka memilih untuk naik taksi atau sewa minivan?


interior of airport shuttle bus


Bus melaju di jalanan malam Phuket. Jarak dari bandara menuju Phuket Town adalah sekitar 1 jam perjalanan dengan tarif 85 Baht/orang. Di sepanjang perjalanan tak bosan saya memandang keluar jendela. Saya tersenyum simpul ketika menyadari betapa pemandangan sekitar yang keadaannya nyaris sama seperti Indonesia. Yang membedakan hanya 'tulisan keriting'-nya. hihi Kawasan di sekitaran Bandara masih didominasi oleh hutan dan pemukiman yang tidak begitu padat. Semakin mendekati downtown, tentu menjadi semakin ramai suasananya.

Kenek bus tetiba menghampiri, dia bertanya di mana kami akan menginap. Saya pun mengeluarkan bukunya om Ariyanto yang ada peta Phuket Old Town dan menunjukkan padanya arah jalan di mana penginapan kami berada. Kemudian dia memberitahu bahwa kami akan diturunkan di persimpangan jalan terdekat dengan penginapan kami, mengingat arah yang ditempuh shuttle bus menuju terminal Phuket berlawanan dengan arah jalan menuju penginapan kami. Khoop chai na! -thanks,

Sebelumnya kami telah memesan penginapan di daerah Phuket Old Town melalui situs Agoda. Langkah ini kami ambil mengingat jadwal penerbangan kami yang mendarat di Phuket malam hari, belum lagi perjalanan dari bandara ke kota Phuket-nya, tentu mencari penginapan secara go show bukan pilihan yang tepat. Keputusan ini diperkuat dengan pertimbangan kami yang masih harus menghemat tenaga untuk mengeksplorasi beberapa kota lain di negeri Gajah Putih dalam satu minggu ke depan.

Begitu turun dari bus, dimulailah pencarian kami menemukan penginapan kami. Menurut petunjuk abang kenek, dari persimpangan jalan tempat kami turun kami harus berjalan ke selatan menuju persimpangan berikutnya dan kemudian belok kanan yang merupakan Jalan Thalang tempat penginapan kami berada. Setelah sempat kelewatan satu blok, akhirnya kami berhasil menemukan Jalan Thalang ini. Sesuai namanya, Old Town, maka seperti umumnya kawasan kota tua kebanyakan bangunannya adalah berupa ruko-ruko dengan konstruksi bangunan yang hampir sama di sepanjang jalan. Bangunan bernomor genap ada di sisi kiri jalan, sedangkan bangunan bernomor ganjil ada di sisi kanan jalan. Kami pun menyusuri trotoar di sisi kanan jalan dan mengamati nomor demi nomor bangunannya.

"49...47...45...loh kok udah 41? Mana nomor 43 nya? Baiklah coba kita ulang"

Udah mondar-mandir dan tidak berhasil menemukan nomor 43 yang menjadi alamat sekaligus nama penginapan kami, akhirnya kami menghampiri satu-satunya tempat yang memiliki tanda-tanda kehidupan. Dari luar sih nampak seperti bar, duh...dengan memberanikan diri saya pun menghampiri mas-mas gondrong yang lagi menekuni laptopnya. Saya bertanya sambil menunjukkan print out booking yang menyertakan alamat penginapan dalam huruf Thailand.

"Woh..Ya ini tempatnya, ayo-ayo silahkan masuk. Ikuti saya, akan saya antarkan ke kamar" Begitulah kira-kira kalimat yang disampaikannya pada kami begitu membaca print out itu. Kami pun cuma nyengir dan mengekor di belakangnya yang berjalan menggiring kami menuju kamar kami di lantai dua.

43 Guesthouse tampak depan

Penginapan kami bernama 43 Guesthouse. Kami memilih kamar Standart (Share Bathroom) untuk dua orang seharga USD10/night yang kami tanggung berdua. Harga yang cukup reasonable dari apa yang saya lihat dan rasanya sewaktu menginap di sini. Namanya juga penginapan ala backpacker ya tentu tak bisa dibandingkan dengan hotel. Saya yakin pemilik atau pengelola guesthouse ini adalah orang yang memiliki jiwa seni yang tinggi. Entah memang disengaja atau tidak, desain interiornya pun terkesan kuno, 'seadanya' namun tetap artistik. Belum lagi ditambah penerangan yang pencahayaannya temaram juga dominan warna dindingnya yang merah, berasa di lokasi film vampire Cina jaman dulu. Apa mungkin disesuaikan dengan lokasinya yang berada di tengah Phuket Old Town ya? hehe Lagi pula, penginapan bukanlah hal yang harus dinomorsatukan karena toh kita hanya menggunakannya untuk tidur saja. Beruntung, pemilik atau pengelola guesthouse ini ramah :)

kamar kami di 43 guesthouse

dapat bonus kamar mandi di dalam hehe

selain ceiling fan, kami juga mendapat fasilitas kipas angin duduk


Malam yang kian melarut menggelitik perut. Kami belum makan malam, dan tak ada makanan ataupun minuman yang kami miliki. Usai shalat akhirnya kami berpamitan untuk jalan-jalan sebentar sambil mencari pengganjal perut. Phuket Town memang jauh dari kesan hingar bingar. Meskipun ada beberapa bar yang cukup ramai pengunjung di malam hari, namun secara umum keadaan lingkungannya tenang. Setelah berjalan berapa jauh, akhirnya kami menemukan sebuah minimarket, Family Mart. Begitu masuk, kami langsung menghampiri lemari pendingin untuk mengambil 2 botol air mineral dan kemudian memilih makanan yang yah..kebanyakan mengandung babi.

"Ini ndra, ada sandwich AYAM!" Menemukan makanan yang tidak mengandung babi rasanya udah seperti nemu harta karun.
"Emang ayamnya halal?", sahut Indra datar.
"..." #jleb! iya juga ya, apa mereka membaca basmalah sewaktu menyembelih ayamnya? Pupuslah harapan makan ayam :(

Akhirnya kami membeli butter bread yang Insyaallah udah pasti halalnya. Kami menuju kasir menyelesaikan pembayaran. Total belanjaan kami waktu itu 34 Baht. Karena kami belum memiliki uang pecahan yang lebih kecil, akhirnya kami membayar dengan uang pecahan yang lebih besar.

"Apakah Anda mempunyai 4 Baht pecahan?" Kasir bertanya pada kami, tapi... dalam bahasa Thailand!
"???" Kami cuma bisa melongo.
"Sorry?" Indra menyahut dan barulah mbak kasir itu tahu kami bukan orang Thai. Pfiuh...

Kembali kami ayunkan kaki menjelajahi kota tua Phuket. Gelap malam yang kian pekat tak menghalangi semangat kami untuk mengeksplorasi kota. Sebaliknya, malam menjadi nilai tambah bagi kami karena kami bisa menikmati suasana kota di malam hari. Terlebih, di tengah perjalanan kami menemukan "On On Hotel" yang sangat terkenal karena menjadi lokasi film The Beach yang dibintangi Leonardo D'Caprio.

salah satu taman di tengah persimpangan jalan kawasan Phuket Town

On On Hotel


Talang Road, Phuket Old Town

Menjelang tengah malam, akhirnya kami kembali ke penginapan untuk menghimpun tenaga karena besok kami akan mengunjungi Patong sebelum menempuh perjalanan panjang menuju Bangkok! ;)

Komentar

  1. keren ka hep blognya,
    happy travelling hehe :)

    BalasHapus
  2. wah ada ka eric.
    terima kasih udah mau mampir, ninggalin komen juga
    it's an honour for me :')

    BalasHapus
  3. wwuuaahhhhh,,,,,,, ud sampe thailan mas?? kerenn!!!! happy backpacker lah ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Navis?
      iya Alhamdulillah dikasih kesempatan sama Tuhan untuk mengunjungi Thailand :)

      terima kasih,

      Ayo Navis backpackingan juga :D hehe

      Hapus
  4. wah oke jg nih artikelnya..ajak2 dong klo backpacking...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kyaaaa ada kakak kelas paling populer jaman SMA nih,
      suatu kehormatan bagi saya atas kunjungannya... hoho

      terima kasih kunjungan, komentar, dan compliment-nya
      boleh yuk backpacking bareng, dibayarin kan ya? #eh hehe

      Hapus
  5. kereeennnnng sabar gue ke Thailand nantii... thankss bantu gue bangett :D artikelnyaaa, mudah di cernaa ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. weee mau ke Thailand? ikuuuttt... hehe
      iya, syukurlah kalo ada informasi yg bisa membantu, enjoy your trip, thanks for visiting :D

      Hapus
  6. keren ,, bisa minta ym kakak ga? mau tanya" secara detail nih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo fifi.
      terima kasih sudah mampir ya...

      YM: im.hepii -tapi jarang YM-an sih hehe

      mungkin bisa mengontak saya via twitter di @mrHepi
      atau FB di Happy Arga Sapta Wijaya

      senang sekali bila kita bisa saling sharing membahas jalan-jalan ke Thailand. sebisa saya akan saya jawab :)
      terima kasih

      Hapus
    2. makasih sudah dibls :)
      nanti saya add y :D

      Hapus
    3. siap. ditunggu :D
      terima kasih ya

      Hapus
    4. kk, kalo mau ke bangkok/phuket naik bus / kereta dari kL / sin bisa ga y?

      Hapus
    5. bisa banget dong! naik bus/kereta bisa, overland lintas negara :)

      Hapus
  7. nice share broo...
    salam blogger http://hatyaitrip2012.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah mampir, semoga menginspirasi.
      salam kenal :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain