Langsung ke konten utama

Inikah Rasanya... (2) part 2

Day 2
Rabu, 21 Desember 2011

10.26
Saya sudah berada di gedung L. Segera saya mengikuti Tengku, teman sekelas saya, menaiki tangga menuju lantai dua di mana berjajaran ruang kelas lengkap dengan perangkat komputernya. Kalau dipikir-pikir, kepagian juga ya datang jam segini. Kelas sebelah pun belum keluar dari ruang 207 yang nantinya juga  digunakan untuk kuliah Komputer Audit sesi berikutnya. Saya dan Tengku pun menunggu di bangku dekat tangga tak jauh dari ruang itu. Kemudian Gede datang menyusul. Wah, ini mereka pada rajin ya jam segini udah stand by bersiap masuk kelas -bisa jadi mereka lebih takut disuruh nyanyi atau menceritakan kembali kisah cintanya di depan kelas kalau sampai terlambat.

11.00
Kelas Komputer Audit pun dimulai. Wah, bener ampuhlah ancaman sanksi nyanyi atau berbagi cerita cinta bagi si terlambat. Teman-teman sudah hadir semua (*applause), eh kecuali Asri yang belakangan baru masuk kelas ketika bapaknya membuka tanya-jawab sebelum presentasi kelompok -tapi berhasil selamat dari sanksi (hoho). Memang sekelas dibagi menjadi 8 kelompok yang masing-masing kelompok sebagai penyaji materi setiap minggu di kelas Komputer Audit ini dengan dipandu oleh dosen mata kuliah terkait tentunya. Ketika presentasi dimulai, awalnya cukup antusias menyimak. Tapi lama-lama saya juga tak dapat membohongi diri kalau kantuk datang menghampiri. Mungkin sedikit kecapaian habis touring singkat tadi pagi. Mengutip slogan salah satu club sepak bola ternama, "You'll never walk alone", rupanya ada juga beberapa teman lain yang tak begitu berkonsentrasi mengikuti presentasi di depan. Kebanyakan malah asik sendiri. Beginilah kalau dapat kelas dengan jam yang lebih cocok untuk tidur siang (?)

Daripada saya menyerah pada kantuk, ya lebih baik melanjutkan becandaan kecil bareng Bagir sama Rein sajalah, kebetulan kami di satu deret bangku yang sama. Nampaknya Dicky di bangku lain merasa iri, diapun mengicaukan isi hatinya di akun jejaringnya: "Hepi, Bagir, Rein tampak seperti keluarga bahagia di tengah belajar ABK"
kelakuan Bagir & Rein di tengah pelajaran
Saat sekilas melihat sekeliling, rupanya yang lain telah kembali menemukan jalan yang benar sehingga pada cukup antusias mengikuti langkah-langkah menginput fungsi pada cell di Ms Excel dengan dibimbing saudara presentator di depan kelas. Wah saya nggak mau ketinggalan dong. Saya menghampiri bangku Indra dan Euis yang bersebelahan di mana keduanya sedang menghadap laptop masing-masing sambil berusaha mengikuti contoh input fungsi yang tersorot di layar depan kelas. Presentasi terus berjalan, hingga ditutup usai sesi tanya jawab.

12.50
Masih ada sisa waktu sampai pukul 13.30 sebelum mata kuliah ini benar-benar diakhiri. Akhirnya bapak dosen pun memberikan kesempatan bagi anggota kelompok presentator untuk membagikan kisah cinta mereka. Kelas pun menyambut dengan gegap gempita.

Dimulai dari kisah Diaz yang jauh lebih dramatis daripada cerita FTV lalu disambung cerita Budhi yang cheesy abis, berlanjut pada Lundu dan Aji dengan cerita yang tak kalah mengundang sorak sorai dari teman-teman sekelas. Namun sayang, tema kisah cinta hari itu adalah broken heart, namun dikemas dengan gaya cerita masing-masing yang malah jadinya bikin geli terus deh di-ciye-ciye-in. Haha


13.35
Bubaran kelas, rupanya kegiatan selebrasi uang saku yang cair kemarin masih berlanjut. Saya, Lundu, Bagir, Rein, Dicky, Chrusty, dan Gede, bertujuh kami berjalan ke gerbang depan kampus naik ke angkot yang lagi ngetem di sana. Kami akan makan bareng di tempat makan dengan beragam varian sambal sebagai andalannya sekitar Bintaro sektor 3. Begitu memasuki angkot, suasana pun chaos karena ketawa-ketiwi becandaan kami. Berasa angkot pribadi apa? haha Oiya, Langun dan Nuzul akan menyusul nanti. Keduanya naik sepeda motor pergi membeli tiket bus untuk pulang ke kota asal mereka karena liburan Natal & tahun baru sudah di depan mata.
 
Inikah rasanya...


Begitu sampai, kami pun mereservasi tempat dan memilih untuk mengambil yang lesehan, biar lebih menikmati dan memang yang begini ini yang bisa menampung kami berbanyak seperti ini. Di sudut ruang lesehan ini ada satu keluarga yang tengah menikmati makanan mereka. Tak lama mereka pun segera pergi meninggalkan ruangan sesaat usai melahap semua order mereka. Kembali ruang itu menjadi milik kami seutuhnya. Saya, Chrusty, dan Bagir menunaikan solat Dzuhur di mushola tempat makan ini, sedang yang lain mulai mengorder makanan. Bahkan sampai kami kembali lagi ke ruang itu usai sholat, belum selesai juga mereka mengisi lembar menu ordernya. Langun dan Nuzul pun datang bergabung bersama. Nuzul lantas mengomentari pesanan empat centing nasi yang dirasa nggak cukup memenuhi kebutuhan perut kami bersembilan. Lalu, kami pun mengorder LIMA. Mas-mas pelayan yang menangani order kami pun sempat tak percaya juga kami memesan lima centing nasi. Karena memang satu centing itu sudah cukup untuk 2-3 porsi. Lagi. Kegaduhan di angkot tadi beralih ke sini. Untungnya hanya kami di ruangan ini. Kalau sampai ada orang lain, kasihan kan mereka pasti bakal keganggu. Hehe

Nuzul dengan 5 centing nasinya
Tak berapa lama satu persatu order makanan dan minuman kami datang, memenuhi meja kami. Ruang yang tadinya cukup berisik oleh becandaan kami mendadak sunyi senyap. Semua berkonsentrasi menikmati sensasi pedas dari sayur dan lauk pauk yang dicolek ke varian sambal menggoda iman pilihan masing-masing. Seperti hari kemarin, tak butuh waktu lama untuk menyikat habis seluruh menu yang ada di hadapan kami. Bahkan LIMA centing nasi tadi entah bocor atau bagaimana, tahu-tahu ludes aja. Padahal Nuzul sempat menyisihkan satu centing untuk dia dan Bagir yang duduk berdekatan dengan menyembunyikannya di bawah meja.
 
"Gue nggak bisa ngeliyat makanan sisa" Lundu membela diri saat melihat ekspresi kami yang terkagum-kagum dan menduga kalau lambung Lundu ini elastis sampai bisa menampung sedemikian banyak makanan.
Chrusty di posisi ke dua. Dia nggak kalah banyak juga makannya dari Lundu. Hm, jangan-jangan ini resep rahasia Chrusty sampai bisa meraih Indeks Prestasi tertinggi di kampus. hehe





nasib kelima centing nasi tadi
"Mas minta bill-nya" Teriak Langun sambil melambai pada pelayan. Cukup lama juga kami menunggu datangnya bill itu. Mungkin susah untuk dikalkulasikan saking order kami yang extraordinary ini.
Dan saat tagihan itu datang... *JEGEEERRRRRRRR!!! Lumayan juga yah jumlahnya. Segeralah kami menghitung porsi masing-masing yang harus kami bayarkan, mengumpulkannya jadi satu, dan melunasi tagihan itu. Untung masih ada uang saku pencairan dana kemarin :)

Usai menyelesaikan pembayaran di kasir, acara makan bersama ini pun berakhir. Namun, cerita ini masih akan berlanjut ke part 3 :)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain