Langsung ke konten utama

JABODETABEK on vacation 3

4 Januari 2012

Saya, Fahmi, dan Danto kembali dipertemukan sebagai Laskar Bolang yang siap bersatu membentuk Zords untuk mengacaukan rumah teman-teman kami (?) -menjalin silaturrahmi dan mengeksplorasi sebuah kota.

Setelah merajuk dan melalui diplomasi yang cukup alot, akhirnya saya berhasil mengantongi ijin kunjungan terbatas dari Acun. Acun teman kuliah saya, anak Bekasi. Ya, Bekasi akan menjadi kota tujuan mbolang kami hari ini.

Dari rencana yang berangkat pukul 07.00 toh akhirnya satu jam kemudian saya, Fahmi, dan Danto baru bersiap mengambil kuda-kuda di garis start. Dari daerah Ceger, Pondok Aren, kami naik angkot C05 arah Ulujami via Pondok Betung. Nantinya kami akan turun di persimpangan rel kereta api tempat metromini 71 biasa ngetem. Namun, belum juga sampai rel, kami sudah terjebak macet di belokan sebelum fly over Pasar Bintaro. Kami pun  memutuskan turun dari angkot untuk kemudian berjalan kaki mengejar metromini 71. Sekitar 300 meter kami berjalan akhirnya kami menemukan kendaraan yang akan membawa kami menuju terminal Blok M ini. Begitu sampai di Blok M, bergegas kami menghampiri loket pembelian tiket busway yang berada di sudut underground terminal tersebut yang terhubung juga dengan Blok M Mal.


Di dalam metromini ada kejadian yang cukup bikin saya takjub saat ada seorang penumpang yang merelakan tempat duduknya untuk seorang ibu dan anaknya dan kemudian bapak-bapak yang juga suami dari ibu itu mengucapkan TERIMA KASIH kepada penumpang itu tadi. Penumpang itu pun kalau saya lihat lumayan surprised juga mendapat ucapan terima kasih seperti itu. Secara kalau memberikan tempat duduk pada penumpang lain yang lebih membutuhkan adalah hal biasa dalam angkutan umum. Tapi, kalau mengucapkan terima kasih ini loh, hal kecil yang kadang kita lupa, adalah semacam kata ajaib yang akan sangat berarti bagi orang yang menerimanya.

Inilah Jakarta pagi, padat akan manusia-manusia yang keroyokan hendak menunaikan tugas mulia demi menafkahi keluarga. Nggak heran lah, jalanan ramai, padat merayap atau bahkan macet tak bergerak. Andai saja pemerintah bisa lebih memperhatikan mengenai penyediaan fasilitas transportasi massa yang memudahkan pergerakan dan terakomodasi dengan baik sehingga masyarakat ibu kota ini lebih memilih menggunakan transportasi umum untuk bepergian. Ayolah tengok ke negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand. Bangkok, ibukota Thailand, dulunya terkenal sebagai kota paling macet loh, tapi sekarang sudah cukup teratasi dengan adanya MRT (Mass Rapid Transportation), BTS Skytrain, dan transportasi umum semacam busway, bus/metromini, tuk-tuk (bajaj Thailand) serta pembangunan jalanan kota Bangkok yang sedemikian rupa hingga benar-benar dapat meminimalisasi yang namanya kemacetan. -Atau at least jangan biarkan si Komo sebagai biang macet berkeliaran di jalanan #krik 

Kami pun bergabung dengan antrian yang mengekor menunggu di busway shelter. Nah, kalau pas di antara kerumunan orang begini nih pada wajib waspada sama barang bawaan, kali aja ada yang khilaf mencuri hati Anda (eh) maksudnya barang berharga Anda. Jadi kalau bawa tas, mending digendong depan sambil didekap erat atau sedemikan rupa sehingga bisa memudahkan pengawasan atas barang bawaan Anda. Oiya, sekarang kalau naik Trans Jakarta jangan lupa ya, kalau Anda merasa lelaki tampan just take a seat behind, karena bangku depan lebih diutamakan untuk perempuan. Ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya sexual harassment yang belakangan marak terjadi.

Dari Blok M busway melaju di sepanjang koridornya. Kami pun turun di halte Dukuh Atas 1, untuk transit menyeberangi jembatan penghubung menyambung perjalanan kami menuju Pulo Gadung dari halte Dukuh Atas 2. Lagi, kami pun harus mengantri.

Perjalanan pun berlanjut saat busway mulai bergerak meninggalkan shelter Dukuh Atas 2 itu. Cukup banyak juga penumpang yang terangkut. Dari pemberhentian yang satu dan lainnya, penumpang juga kian bertambah, memenuhi ruang kosong kendaraan ini. Untung saya tadi masih kebagian tempat duduk. Saya pun menikmati tempat duduk saya ini, karena tidak ada orang tua, wanita hamil, ataupun penumpang lain yang sekiranya menuntut saya mengorbankan tempat duduk saya untuk mereka.

Sampai akhirnya, hidup saya berubah... #lebay Perjalanan yang sedari tadi lempeng-lempeng aja akhirnya kini terasa berbinar cerah ceria menggetarkan jiwa #apadeh Entah selepas Pasar Rumput atau Manggarai -saya lupa, dari kerumunan penumpang yang naik ke dalam busway ini saya mendapati seorang wanita unyu yang bikin geregetan, gemes sampai ke ubun-ubun. Dia, yang saya nggak tahu namanya, telah berhasil mengalihkan dunia saya hari itu. Dibalut blouse biru muda dipadu pencil skirt abu-abu bertekstur garis-garis ditambah pipi merahnya yang tembem bikin jadi nggak bisa lepas dari pandangan saya... Rambutnya pendek lurus sebahu, tinggi dan badannya cukup proporsional, wajah manisnya, aaaaa hanya dia yang paling bersinar di kerumunan penumpang! Pas lagi enak-enaknya meresapi pemandangan indah ini, tak sengaja mata kami bertemu. Duh! Langsung deh saya lepar pandangan ke luar jendela. Udahnya, jadi curi-curi pandang aja ke dia, takut ketahuan hehe... Sampai Matraman saya berdoa sekuat tenaga agar dia jangan turun. Tuhan mengabulkan. Di halte selanjutnya, Pasar Genjing, dia turun. Yah... dunia kembali muram. Tapi lumayan lah, bisa bikin meluberkan endhorphine dalam tubuh saya :)
*endhorphine adalah hormon yang ada didalam tubuh kita dan hormon tersebut akan keluar jika kita senang

Sesampainya di Pulo Gadung kami bertiga sempat dibikin kelimpungan juga untuk menemukan angkot bernomor 32 yang menurut petunjuk dari Acun kita harus naik kendaraan ini dari Pulo Gadung ke Bekasi. Keren juga nih, angkotnya bisa antarkota antarprovinsi. Ditemani terik matahari yang cukup 'menghangatkan' suasana, kami berusaha untuk menemukan angkot yang dimaksud.

"Arah jam 1", kata Danto saat kami berjalan di antara angkot yang berjejeran siap diberangkatkan.

Benar saja, kami mendapati sebuah mobil merah dengan nomor 32 di sudut dekat lampu atas bumper mobil. Begitu kami masuk dan duduk, abang sopirnya langsung tancap gas. Wah, beruntungnya kami bisa langsung berangkat, atau memang abangnya udah desperate nunggu penumpang ya?

Penumpang silih berganti, namun kami masih saja duduk manis dalam angkot yang membawa kami menembus jalanan menuju Bekasi. Sedikit terganggu juga melihat pemandangan sekitar. Di sepanjang jalan banyak kami lihat jajaran pabrik-pabrik besar dangan cerobong asap hitam transparan yang mengepul dan bahkan ada segunung limbah di depan sebuah pabrik entah apa itu. Belum  lagi jalanannya yang ramai dan padat menebar polusi dan debu. Hawa panas yang berhembus, langit yang mendung. Eh, mendung tapi kok panas? Saya dan Fahmi pun bikin becandaan kalau-kalau mendung ini pasti berasal dari cerobong-cerobong asap yang menjulang menafaskan asap hitam ke langit.

Sekadar usulan buat pemerintah nih, biarpun di kawasan industri yang pasti padat dengan lalu lintas truk-truk besar dan polusi ada di mana-mana,
biar hawa panasnya bisa berkurang jangan lupa untuk tetap menghijaukan kota. Menambah jumlah pohonan hijau di sepanjang Jalan Raya Bekasi sepertinya boleh dicoba :)

Singkat cerita, tibalah kami di istana milik keluarga Acun. Ada mamanya Acun yang sangat menyayangi anak bungsunya ini. Udah gitu baik sekali, bedalah sama anaknya. Haha *no offense Kami disuguhi kue dan dibuatin minuman, dari es teh sampai es jeruk. Belum lagi kami juga dijamu makan siang. Wah, tante...maaf jadi ngrepotin... hoho, Paling enak ada keripik singkong balado sama sambal goreng kering ikan teri yang keduanya diklaim sebagai salah dua makanan khas Lampung yang rasanya pedas-pedas tapi nagih. Apalagi ini dibikin sama mamanya Acun sendiri. Hm... Bungkus! Dan benar, ketika pamit pulang, kami dibungkusin beberapa plastik kripik singkong balado dan sambal goreng kering ikan teri itu. Ckckck

bungkusan sambal goreng kering ikan teri pedas

Hati-hati kalau teman datang berkunjung ke rumah. Pastikan aman terkendali. Atau kalau tidak, ya... minimal rahasia-rahasia kecil Anda akan terbongkar. Sebagaimana mamanya Acun yang banyak bercerita tentang anak kesayangannya ini. Hehe

Masalah lain datang saat kami hendak menunaikan ibadah Dzuhur. Usai makan siang sebenarnya Mamat, rekan kami yang lain datang menyusul karena kebetulan rumahnya di Cakung cukup dekat untuk nyamper ke rumah Acun, diharapkan dapat menjadi imam solat. Namun, hampir 30 menit kami yang sudah berdiri di atas gelaran sajadah masih galau saja saling tunjuk kamu-kamu-kamu untuk jadi imam. Nggak ada yang mau ngalah, sampai akhirnya mama Acun bilang kalau beliau ingin gabung kami solat berjamaah biar bisa mengakhiri kegalauan ini. Akhirnya, Danto lah yang beruntung siang itu memimpin solat kami.

Saat hari beranjak sore kami segera berpamitan. Mumpung di Bekasi, bolehlah keliling menengok pesona yang ditawarkan -selain asap, debu, dan yah..begitulah. Dari kawasan perumahan Acun ini kami harus ke jalan raya di depan yang jaraknya cukup jauh. Kami pun sepakat untuk naik becak. Karena kami berlima, jadilah kami memesan dua becak untuk formasi dua-tiga (?) Acun dan Fahmi melaju duluan dengan becak pilihannya, sedang saya, Danto dan Mamat masih harus menunggu abang becak yang entah lagi apa -abis dipanggil nggak nongol-nongol. Rupanya becak itu tak cukup luas sepertinya untuk mengangkut kami bertiga. Tapi, nanggung juga kalau harus pesan satu becak lagi. Danto duduk terlebih dulu, menyusul saya di sampingnya. No space left. Mamat pun duduk di pangkuan paha saya dan Danto. And.. the becak race is begun! Becak pun berguncang acap kali melewati jalanan yang bergelombang naik, turun. Hebatnya, si abang becak masih stay cool di balik kemudi mengayuh becaknya melaju di jalanan. Saya merasa terjepit. Bagaimana saat turun nanti? Mungkinkah ketampanan saya akan berkurang usai berdesakan di atas becak begini?

becak nekad 3 in 1

Dari jalan besar ini kami menaiki angkot K10 (kalau tidak salah ingat) menuju Bekasi Cyber Park (BCP). Namanya nggak seseram isinya loh. Hehe Begitu mencapai pusat perbelanjaan yang lebih banyak memperjualbelikan gadget dan kawan-kawan elektroniknya, kami berjalan mengikuti petunjuk arah menuju Blitzmegaplex BCP yang digembar-gemborkan keunikan konsep desain interiornya. Benar saja, begitu memasuki area bioskop ini, kami pun sempat terkagum dengan tema yang diusung. Keren lah pokoknya. Setelah berunding sebentar, kami sepakat untuk menonton The Darkest Hour di jam penayangan terdekat. Sambil menunggu waktu, kami coba berkeliling sekitar area Blitzmegaplex BCP ini. Seperti biasa, tak lupa kami mengabadikan 4L4y moment mumpung spot-nya menarik buat foto. Kami juga menyempatkan untuk bermain bola basket berebutan dribbling bola lalu memasukkannya ke keranjang. Ya di Blitzmegaplex BCP ini memang tersedia arena bermain bola basket for free within max. 30 minutes playing time berupa lapangan kecil di dalam kawat jeruji. Ada juga gamesphere di mana salah satunya bisa bermain game seru-seruan pakai Nintendo Wii. (wuiihhh)








Usai menonton film, kami segera mencari mushola terdekat untuk menunaikan Ashar di waktu yang tersisa. Filmnya sendiri sih menurut saya pribadi tidak begitu menarik, dua kali nonton film ini pun saya masih belum dapat feel-nya. Tapi nggak apalah, paling tidak waktu itu dapat nonton bareng gratis pas screening The Darkest Hour yang jadi nambah pengalaman buat saya karena akhirnya bisa ngerasain kursi empuk XXI eX sembari jalan-jalan di Plaza Indonesia (y)

Kelar sholat rintik hujan menyambut kami begitu keluar dari BCP hendak menyeberang ke Mal Metropolitan (MM) Bekasi. Hari yang beranjak gelap cukup menggelitik perut kami. Jadilah lelah menjelajah MM, kami ambil wudhu terus sholat Maghrib dulu baru udahnya santap malam di Solaria. Makan sambil ngobrol, bikin nggak kerasa waktu menunjukkan pukul 20.00. Jujur saya pribadi belum tahu juga nanti pulangnya gimana? Acun pun merekomendasikan untuk naik bus AC05 Bekasi - Blok M. Karena memang itulah transportasi yang masih memungkinkan. Keluar dari MM rinai hujan mengiringi kami yang berlari-lari kecil menuju halte bus terdekat. Hari kian larut, hujan tak kunjung usai, dingin pun mulai merasuk. Si AC05 ini pun kenapa pula tak kunjung menampakkan diri?

Lelah mulai menyapa saat perjalanan pulang. Padahal besok saya udah janji sama teman kelas, mau main ke Depok. Tunggu cerita Depoknya ya... :D

Special thanks to Acun dan Mamanya, untuk segalanya...
buat Mamat yang udah mau nemenin, calon host buat next another mbolang day ke Cakung,
Danto juga Fahmi yang selalu jadi partner mbolang yang seru.
Salam Bolang...

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Angkutan dari Ceger ke Bekasi
  • Dari Ceger naik angkot C05/C09 turun rel (IDR2,000) sambung metromini 71 arah Blok M (IDR2,000) lanjut busway transit di Dukuh Atas dengan terminal akhir Pulo Gadung (IDR3,500). Kebetulan saya menuju Kawasan Perumahan SBS, Bekasi; jadi dari Polu Gadung naik angkot 32 (IDR5,000)
  • Dari Ceger naik angkot C09 turun bawah fly over Veteran (IDR4,000) berlanjut dengan naik bus Agramas tujuan Bekasi (IDR7,500)
  • Dari Ceger naik angkot C05/C09 turun rel (IDR2,000) sambung metromini 71 arah Blok M (IDR2,000) kemudian naik bus AC05 tujuan Bekasi (IDR7,000)

Komentar

  1. Salam Blogger STAN...
    blognya udah kufollow, ditunggu folbeknya ya di

    http://nugraha-corporation.blogspot.com ^_^

    BalasHapus
  2. astaga woy itu ikan asin ngapain dipajang? hahaha.
    eh kok foto gue yang sendiri dipajang juga? ah jadi takut--takut terkenal.

    BalasHapus
  3. haha gue mau dong ikan asin pedesnya lagi dong hihihi lumayan nih dijual di LJBS, LOL

    etdah, itu kan yg motoin gue, yang ada gue dong yg terkenal (?)
    salam buat mama lo ya cun :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain