Langsung ke konten utama

JABODETABEK on vacation 4

5 Januari 2012

Melengkapi keliling JABODETABEK selama liburan Natal-Tahun Baru, hari ini saya mengunjungi kota Depok. Kebetulan beberapa teman kelas saya ada yang bertempat tinggal di Depok. Salah duanya ada Bagir dan Lundu. Saya dan Rein yang tidak pulang ke kota asal selama liburan ini tentu tak ingin melewatkan kunjungan ke rumah teman kami itu. Bahkan Bagir menawarkan untuk menginap di rumahnya.

Pukul 09.00 saya menghampiri Rein ke kosnya. Lalu kami naik angkot dari depan GKI dan turun di perempatan Plaza Bintaro. Dengan penuh percaya diri, begitu turun dari angkot, saya langsung mengajak Rein berlari kecil masuk ke dalam angkot merah S10 yang siap berangkat di seberang jalan. Baru juga 100 meter angkotnya berjalan, "Kiri, bang!" teriak saya. Angkot pun berhenti dan kami segera turun lalu mengangsurkan uang ala kadarnya. Untung tadi begitu naik angkot ini saya membaca ulang SMS petunjuk dari Bagir. Sebenarnya sih udah bener naik angkot S10, tapi bukan warna merah, melainkan warna putih. Nah begitu menyadari kami naik angkot yang salah, di depan saya melihat ada angkot S10 warna putih yang lagi nangkring pinggir jalan. Jadilah pikir saya segera turun dari angkot merah untuk berganti naik angkot putih. Namun saat kami menghampiri angkot putih itu, kami tak mendapati ada orang di dalamnya, termasuk sopirnya. Yah, ini mah emang lagi nggak narik angkotnya!

Rein mengajak saya untuk mampir sebentar di minimarket terdekat. Rein hendak beli sikat gigi yang lupa dia bawa serta. Sekalian deh saya beli roti pengganjal perut. Belum sarapan dari pagi. Rein tadinya yang juga belum sarapan mengajak untuk makan di warung langganan, tapi daripada ntar kesiangan menempuh perjalanan ke Sawangan, mending langsung berangkat aja deh. Usai membayar di kasir kami segera keluar mengejar angkot S10 warna putih yang ada di seberang jalan menunggu kami. Angkot melaju ke arah Ciputat. Kami pun turun di fly over, dekat kampus UIN untuk menunggu angkot biru bernomor 29 tujuan Parung. Hm, entah mengapa kejadian yang tadi terulang. Saya mendadak minta diturunkan dari angkot S10 begitu saya melihat ada angkot 29 yang ada di pinggir jalan. Rein kurang setuju dengan keputusan saya, karena tempat kita turun masih jauh dari tempat nagkot 29 biasa ngetem. Benar saja, begitu saya menghampiri angkot 29 itu ternyata (lagi-lagi) angkot itu cuma ngangkrak aja tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya, sopirnya tidak ada dan memang lagi tidak beroperasi. Tsk!

Saya melahap roti pengganjal perut yang saya beli tadi di dalam angkot 29 yang melaju. We're heading to Bojongsari, Depok, tempat di mana Bagir berjanji akan menjemput kami. Namun di luar dugaan, kami malah diturunkan di pertigaan Cinangka, Bojongsari, yang nyata-nyata masih jauh dari tempat tinggal Bagir. Padahal sebelumnya saya sudah sampaikan pada pak sopir kalau kami minta diturunkan di pertigaan arah Pengasinan sebagaimana petunjuk dari Bagir. Jadilah kami harus menunggu cukup lama sebelum akhirnya Bagir dan Heri, tetangga Bagir, berhasil 'menemukan' kami dan kemudian membonceng kami dengan motor mereka menuju rumah Bagir di Sawangan.

Rumah Bagir, nyaman. Rasanya udah seperti di rumah sendiri. Hehe, Apalagi mamanya Bagir yang baik banget, udah mau repot-repot masakin makanan banyak banget buat kami. Terima kasih, tante... :)
Oiya, bagir punya dua adik perempuan yang unyu, Dinda dan Marsya. Marsya si bungsu sudah mulai mencuri perhatian kami hingga akhirnya saya dan Rein 'terjebak' untuk ikutan main barbie bersama (don't try this at home!) Apalagi pas Lundu udah datang menyusul. Beuh...Marsya excited banget maen bareng Lundu hingga teriakan dan tawanya membahana ke seantero rumah. Lundu emang paling jagolah buat ngambil hati anak kecil. Sedangkan Dinda, adik Bagir yang lain lebih tua dari Marsya, kami hanya sempat melihat kelebatannya saat sesekali 'menampakkan diri' di dalam rumah. Lewat tengah hari, kami pun akhirnya bersantap siang bersama. Tak lupa pula saya dan Bagir berjamaah menunaikan Dzuhur.



Mendung yang menumpahkan hujan kala itu memenjarakan kami di dalam rumah. Saya, Bagir, Lundu dan Rein 'berusaha' untuk mengerjakan tugas kuliah yang saya sendiri pun sebenarnya kurang antusias mengerjakan tugas di sisa liburan seperti ini. Tapi melihat semangat teman-teman yang lain, saya pun mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dapat saya perbuat untuk menyelesaikan tugas tersebut. Dasarnya masih suasana liburan, tetap saja kami ingin pergi keluar rumah untuk berkeliling. Sepakatlah kami untuk menutup buku dan bergegas menembus rintik hujan yang turun melaju dengan mengendarai motor  menuju ke daerah Margonda. Saya dibonceng Lundu, sedang Rein mengambil alih kemudi dan jadilah Bagir yang dibonceng Rein.

Catatan kecil dari saya:"Berkendara di saat hujan sebenarnya kurang dianjurkan. Mending neduh deh. Jalanan licin, genangan air di mana-mana, lalu lintas pun bisa jadi padat merayap atau bahkan macet. Hati-hati saat melintasi genangan air. Kadang, genangan air yang tenang itu justru jadi bumerang bagi Anda yang tak tahu ada apa di bawah genangan itu. Lubang jalanan. Jangan sampai terperosok ke dalamnya. Muncrat!"

Sepeda motor kami berbelok memasuki area Depok Town Square (Detos). Lundu menghentikan motornya di depan sebuah outlet karaoke saat kami melintas hendak menuju parkiran. Saya dan Bagir turun dari boncengan dan kemudian masuk ke dalam tempat yang menawarkan jasa hiburan dan memfasilitasi kami untuk menyalurkan bakat 'merusak lagu'. Setelah mencari tahu informasi di meja resepsionis, kami pun segera check-in room untuk kami berempat. Sementara Lundu dan Rein memarkirkan motor, saya dan Bagir lebih dulu masuk ke dalam studio karaoke dan memulai teriakan suara hati kami yang membasahi sarung microphone. Suasana chaos pun terjadi begitu Lundu dan Rein datang bergabung. Berempat kami melepas penat dengan bernyanyi diselingi canda tawa hingga jingkrak-jingkrak. Semoga sekeluar dari sini kami masih tetap berada di jalan yang benar. Ckckck

Meski awalnya saya mengaku salah atas asumsi negatif yang saya berikan pada tempat karaoke yang 'tidak bermerek' semacam ini, namun toh akhirnya saya kembali kecewa begitu mengetahui bahwa tempat karaoke ini tidak memiliki tempat ibadah. Akhirnya, saya dan Bagir pun mengejar maghrib di mushola terdekat yang berada di basement Detos.



Keluar dari tempat karaoke, kami jalan berkeliling di dalam Detos sekadar 'cuci mata'. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke rumah Bagir mengingat hari sudah malam. Kembali kami menerobos jalanan licin akibat hujan sepanjang hari tadi. Bagir terlihat sudah sangat mengantuk. Jadilah begitu tiba di rumah kami menyegerakan makan malam untuk memberi makan geliat-geliat cacing dalam perut kami. Usai melahap habis makanan dan 'menghilangkan jejak', saya menyegerakan untuk ibadah isya dan kemudian kembali ke kamar bersiap untuk tidur. Lundu, Rein dan Bagir menyempatkan untuk mandi terlebih dulu. Saya mah karena ingat akan saudara-saudara di luar sana yang masih kekurangan air bersih, akhirnya mengurungkan niat untuk mandi. :p

Bagir pun berangkat tidur lebih dulu. Tak lama saya menyusul. Nah, ini nih. Waspadalah ketika tidur ramai-ramai bareng teman begini. Lundu dan Rein yang belum (bisa) tidur iseng-iseng mengambil beberapa adegan-adegan saya dan Bagir yang telah terlelap. Parah! hasil fotonya nggak ada yang cakep. Cenderung menurunkan harga pasaran. Pun Bagir juga tidurnya gerak melulu sampai-sampai Lundu dan Rein akhirnya tidur di sudut ruangan demi menghindari 'gangguan' dari Bagir. Saya pun sempat beberapa kali terbangun, namun udah terlanjur ngantuk ya tidur lagi, nggak peduli alas tidur yang saya tempati sempit sekali dan di (benar-benar) pinggir. Untung saya tidurnya 'anteng'.

Udah pasang alarm tapi tetap saja saya akhirnya bangun siang. Bangun tidur langsung makan! (y) Sehabis sarapan kami berbincang ringan bersama sembari membersihkan TKP sarapan kami. Hari pun beranjak siang, kami juga akan ada jadwal kuliah selepas ibadah Jumat nanti. Saya pun ijin untuk mandi duluan. Lagi asyik-asyiknya mandi tiba-tiba terdengar suara melagukan nada. Rasanya dekat sekali. Dari mana datangnya suara ini? Rupanya Bagir di kamar mandi sebelah tengah asyik mencipta 'konser'nya sendiri.

Lundu dan Rein pamit duluan. Duo Batak ini hendak ke rumah Lundu sebagaimana permintaan Lundu pada Rein untuk membantunya mengusung barang dari rumahnya ke Bintaro. Saya masih di rumah Bagir, menunggunya berkemas menyiapkan apa-apa saja yang hendak dibawanya kembali ke 'rantau'. Sebuah travel bag besar berisi baju-baju yang lalu diselipkan sisa camilan di kantong kanan-kiri tas itu oleh mamanya, juga tas punggung yang berisi laptop dan hal lain apapun yang bisa dimasukkan ke dalamnya, dan tak ketinggalan pula hal yang pasti diminta seorang anak pada ibunya saat hendak pergi, bekal uang dan doa restu.

Saya yang berada di belakang kemudi memacu motor Bagir kembali ke Bintaro. Tak sampai satu jam kami sudah berada di kosan Bagir, menurunkan barang-barang dan kemudian melanjutkan sisa perjalanan ke kosan saya.

Akhir perjalanan hari ini menandai berakhir pula liburan Natal dan Tahun Baru yang berlangsung dua minggu belakangan. Dari yang sekadar tidur di kosan, berjam-jam online di depan laptop, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan terdekat bahkan nonton film doang yang membawa saya sampai Bogor, one day exploring Serpong, menang tiket free movie screening di Jakarta, bersilaturrahmi ke rumah teman di Bekasi, dan terakhir ke Depok ini. Nggak sadar ternyata liburan ini bisa berkeliling di sekitaran JABODETABEK. Yeay!

 Thanks all,

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Angkutan dari Bintaro ke Depok:
  1. Naik angkot putih C09 dari Ceger (IDR4,000-IDR6,000) atau angkot merah S08 (IDR4,000) dari perempatan Bintaro Plaza ke terminal Lebak Bulu, kemudian cari minibus berwarna ungu tujuan Depok bertuliskan PO Deborah -yang ini bisa langsung turun di Halte Universitas Indonesia (IDR3,000)
  2. Naik angkot putih S10 (IDR3,000-4,000) dari perempatan Bintaro Plaza turun di fly over UIN Jakarta, berganti ke angkot biru nomor 29 arah Parung (IDR4,000) -yang ini ke daerah Bojongsari, Pengasinan, dan Sawangan Depok.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gara-Gara (Larangan) Tripod (Masuk Kabin Pesawat)

Namanya juga impulsif dan spontan, pasti ada aja ‘kejutan-kejutan’ sepanjang perjalanan. Anggaplah ini sebagai side stories atau cerita di balik layar #mendadakrinjani di postingan sebelumnya . Jadi, gue bakal ngulik hal-hal yang nggak seindah yang terlihat dalam pendakian Gunung Rinjani. Razia di bandara | dok. pribadi Perasaan gue campur aduk, excited tapi sekaligus juga deg-degan. Padahal gue udah duduk di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, menantikan penerbangan menuju Lombok bersama kawan-kawan. Kami bermaksud untuk mendaki Gunung Rinjani, dalam kesepakatan dan berkeputusan yang serba dadakan. Banyak yang bilang kalau bikin acara dadakan kemungkinan realisasinya lebih besar dibandingkan acara yang direncanakan jauh-jauh hari. Gue pun lebih sering melakukan perjalanan yang nggak terlalu terikat perencanaan atau persiapan matang. Tapi kan ini naik gunung. Butuh persiapan lebih –setidaknya bagi gue pribadi. Mulai dari nyiapin peralatan,

Hutan Kota Tulungagung

"Hutan kota adalah hutan atau sekelompok pohon yang tumbuh di dalam kota atau pinggiran kota. Dalam arti yang lebih luas bisa berupa banyak jenis tanaman keras atau pohon yang tumbuh di sekeliling pemukiman. Hutan kota bisa merupakan hutan yang disisakan pada perkembangan kota atau sekelompok tanaman yang sengaja dibuat untuk memperbaiki lingkungan kota." - Wikipedia

Seperti Bintang: Ada, Meski Tak (Selalu) Terlihat

“ Aku menikah tahun depan. ” Bagaimana perasaanmu mendengar kalimat itu terlontar dari mulut sahabatmu? Aku tersenyum dan membelalakkan mata. Bagiku, ini adalah salah satu berita yang menggembirakan. Meski sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena aku pun telah lama menantikannya. Dalam hati ingin ku teriakkan ‘AKHIRNYAAA’, tapi aku tahu suaranya bergetar saat mengungkapkan hal itu. Ku tahan euforia di dada, ku pasang telinga bersiap untuk mendengarkan apa yang mungkin menjadi kegusarannya. “Aku mau puas-puasin jalan-jalan dulu. Mungkin ini tahun terakhirku”, katanya melanjutkan. Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran seolah menikah menjadi akhir karirnya jalan-jalan. # Perkenalkan, Sadam Febriansyah, sahabatku. Kami saling mengenal sejak taman kanak-kanak dan tinggal di satu lingkungan yang sama. Pertemanan kami semakin dekat ketika kami masuk ke sekolah dasar. Satu sama lain cukup kompetitif memperebutkan juara kelas, tetapi aku yang menang kami bersain